Ahad 22 May 2016 01:25 WIB

Menag Lepas Lampion Waisak di Borobudur

Perwakilan umat Budha membawa kendi berisi air suci saat memasuki rangkaian ritual Waisak di Candi Sewu, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, Sabtu (21/5).
Foto: Antara
Perwakilan umat Budha membawa kendi berisi air suci saat memasuki rangkaian ritual Waisak di Candi Sewu, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, Sabtu (21/5).

REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Ketua Umum Walubi Siti Hartati Murdaya mengawali pelepasan lampion Waisak 2560 BE/2016 di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (21/5) malam.

Pelepasan sebanyak 5.000 lampion tersebut berlangsung di Lapangan Gunadharma kompleks Candi Borobudur usai Dharmasanti Waisak nasional di Taman Lumbini Candi Borobudur yang dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pelepasan lampion sebagai simbol memberikan penerangan kepada alam semesta.

Sebelum pelepasan lampion dibacakan parita-parita suci oleh umat Buddha. Kemudian penyalaan ribuan lilin dan doa permintaan umat.

Bhikkhu Sri Panyavaro Mahathera dalam pesan Waisak menyampaikan cinta kasih tidak sekadar emosional tetapi cinta kasih itu tanggung jawab sebagai manusia untuk tidak mengganggu yang lain. "Tidak berbuat buruk karena keburukan itu menghancurkan dirinya dan orang lain," katanya.

Ia juga mengingatkan bahwa pujangga buddhis Mpu Tantular dengan sangat bijak menerjemahkan cinta kasih itu menjadi ungkapan yang dikenal Bhinneka Tunggal Ika dengan menerima perbedaan, menghargai perbedaan dengan ketulusan hati.

Perbedaan itu tidak mungkin dilebur, dibuang begitu saja dijadikan satu, tetapi menerima dengan ketulusan hati karena di antara perbedaan itu hakikatnya adalah tunggal.

"Apakah yang tunggal itu. Kemanusiaan adalah universal, kebenaran yang hakiki adalah tunggal. Itulah yang membuat kita untuk menerima perbedaan, menghargai perbedaan dan ketulusan hati," katanya.

Ia menuturkan Bhinneka Tunggal Ika tidak hanya dimulai 600 tahun sejak Mpu Tantular menulis di lontar Sotasoma, tetapi dengan yakin moral Binneka Tunggal Ika itu sudah menjadi darah daging jati diri nusantara ratusan tahun sebelum Mpu Tantular.

"Jadi tulah yang menjadi sifat dasar bangsa Indonesia hingga kini, kami ingin memberikan moral Bhinneka Tunggal Ika kepada dunia," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement