Oleh: Muslimin
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebahagiaan merupakan milik semua orang yang menginginkannya. Namun, kita perlu merawat dan memeliharanya, kemudian mengoptimalkan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual- agar kita selalu meraih kehidupan yang lebih baik dan menyenangkan. Para pakar kebahagiaan telah mengungkapkan apa pun defenisi kebahagiaan itu, yang jelas dan pasti, semua orang dapat hidup dalam bingkai kebahagiaan dan kesejahteraan.
Akan tetapi, terkadang kita malah mengharapkan kebahagiaan yang berjarak, berada di luar diri kita. Salah satu anugerah terbesar dalam kehidupan ini adalah mempunyai jiwa yang selalu berbahagia. Karena dalam bingkai kebahagiaan, perjalanan hidup seseorang menjadi lebih produktif dan kreatif. Para peneliti kebahagiaan mengatakan bahwa kebahagiaan adalah seni yang perlu dipelajari. Jika mempelajarinya, kita akan mendapatkan berkah dalam hidup ini.
Sebenarnya, prinsip dasar meraih kebahagiaan adalah dengan memiliki kemampuan dalam menahan kepedihan dan beradaptasi dalam situasi apa pun. Oleh karena itu, kita tidak perlu larut dalam kesedihan dan tertekan dengan hal-hal sepele. Sebab, bila dilandasi dengan kejernihan hati, seseorang akan bersinar merona sekalipun di tempat yang paling gelap.
Ketika kita melatih diri untuk bersikap sabar dan berbesar hati, kesulitan dan malapetaka apa pun akan dengan mudah kita atasi. Tatkala Allah menurunkan penderitaan kepada umat manusia, janganlah ditafsirkan Allah sudah tidak lagi sayang dan peduli kepada hambanya. Sebagaimana dalam surah al-Baqarah dikatakan, “Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS al-Baqarah [Sapi Betina] [2]: 286).
Bahkan, Allah memberikan jalan keluar sehingga kita bisa mengatasi setiap kesulitan dan penderitaan hidup. Pepatah juga mengatakan, "If God close the door, He will open the windows." (Jika satu jalan tertutup, maka masih ada jalan yang lain).
Sayangnya, kebanyakan kita kurang terlatih dan peka menangkap pelajaran dari Allah. Pelajaran dari Allah sepertinya tersembunyi nun jauh di sana. Padahal, kalau kita berusaha sedikit bersusah payah memahami eksistensi Allah, tentu kita akan merasa dekat dengan Allah. Sebagaimana yang dikemukakan Allah, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka, hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam Kebenaran.” (QS al-Baqarah [Sapi Betina] [2]:186).
Jadi, kita tidak perlu berkecil hati! Ada banyak pintu yang dapat kita masuki untuk merasakan kehadiran Allah. Di antaranya, membantu orang-orang yang kekurangan, ketuklah pintu rumah Allah pada sepertiga malam saat yang sangat mustajab untuk mengadu atas semua penderitaan yang kita alami. Berkaitan dengan hal ini, orang bijak pernah mengemukakan; “Serahkanlah sepenuhnya apa pun yang menjadi milikmu secara keseluruhan, tenaga, pikiran, perasaan, emosi, jiwa, raga, kekuatan, dan kelemahanmu kepada Allah.”
Sebab, dalam hadis disebutkan, “Tiadalah sesuatu yang menimpa seorang mukmin, hingga duri yang menusuk, melainkan Allah menuliskan dengannya satu kebaikan atau dihapuskan darinya satu kesalahan (dosa).” (HR Mut-tafaqun Alaih)
Allah yang Maha, sangat memahami perilaku kita sebagai bagian dari Bani Adam. Sebagian besar di antara kita memiliki prilaku sangat malas hijrah dari cangkang comfort zone (kawasan aman risiko). Boleh jadi karena itulah, Allah mendidik kita dengan cobaan agar kita tersadar dari kemalasan, bangkit dari keterpurukan, dan tidak lagi menjadi bangsa yang kerdil seraya menunggu keberuntungan.