Senin 27 Apr 2015 19:29 WIB

Ikuti Rekomendasi DPR, KPU Dinilai Bikin Chaos

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bayu Hermawan
(dari kiri) Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, dan Ketua Perludem Didik Supriyanto menjadi pembicara saat diskusi di KPU, Jakarta, Kamis (19/3).  (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
(dari kiri) Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, dan Ketua Perludem Didik Supriyanto menjadi pembicara saat diskusi di KPU, Jakarta, Kamis (19/3). (Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tetap berjalan dengan aturan yang sudah ada dalam Undang-Undang. Perludem menilai jika KPU mengikuti rekomendasi yang dibuat oleh Komisi II DPR RI, justru berpotensi untuk menambah kekacauan di politik nasional.

Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil mengungkapkan, kalau rekomendasi komisi II di poin penggunaan putusan pengadilan paling akhir sebelum pendaftaran calon Pilkada, akan semakin membuat kacau di seluruh Pilkada.

Sebab, kalau belum inkrah, proses hukum pasti akan terus berjalan. Jika di hasil putusan inkrah hasilnya beda, maka akan timbul persoalan baru. Legitimasi hasil pilkada akan digugat. KPU akan ikut menanggung beban dari kisruh ini.

"Selama ada proses hukum belum akan banyak lagi persoalan untuk digugat," katanya di Jakarta, Senin (27/4).

Sementara Ketua Perludem, Didik Supriyanto mengatakan tidak akan ada konsekuensi apapun jika KPU tidak melaksanakan rekomendasi Komisi II. Sebab rekomendasi ini hanya bersifat konsultasi, bukan rapat kerja. Menurutnya yang dibutuhkan KPU saat ini adalah kepastian dari aturan main di Pilkada.

"Kalau sudah ada kepastian, maka dua kubu akan segera islah," ujarnya.

Hal senada disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani. Ia menegaskan kalau KPU mengikuti rekomendasi dari Komisi II maka kondisi akan semakin kacau.

Menurutnya dari tiga rekomendasi yang dikeluarkan Komisi II, hanya dua yang mungkin dilakukan KPU. Yaitu, seluruh Parpol harus ikut Pilkada dan Parpol bersengketa harus islah dengan mendaftarkan hasil islah ke Kementerian Hukum dan HAM. Sedangkan di opsi ketika, penggunaan putusan pengadilan terakhir tidak dapat dilakukan.

"Itu menabrak hukum dan UU, akan semakin kacau," tandasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement