Selasa 28 Apr 2015 08:22 WIB

Israel Gabung AIIB Ide Cina, Kode Melawan AS?

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Markas Utama World Bank di  Washington, AS
Foto: AP
Markas Utama World Bank di Washington, AS

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina bersama negara-negara Asia lainnya mendirikan  Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) pada Oktober 2014. Ini adalah konsekuensi dari penolakan Amerika Serikat (AS) atas usulan Cina agar mereka mereformasi lembaga Bretton Woods, terdiri dari Dana Moneter Internasional (IMF) atau Bank Dunia, dan Asian Development Bank (ADB).

Kongres AS bersikeras tak akan mengakhiri dominansi AS sebab dianggap sebagai ancaman. Di ADB, Jepang memiliki hak suara lebih besar dari Cina, meskipun Cina adalah negara ekonomi terbesar di Asia. Sejak Cina memiliki cadangan devisa terbesar di dunia, Negara Tirai Bambu ini pun menginisiasi lembaga alternatif baru untuk melawan AS.

Chairman of Political Science and Communication Department di Jerusalem Orthodox College, Emmanuel Navon mengatakan pembentukan AAIB jelas menunjukkan keseimbangan kekuasaan di Asia akan berayun ke tangan Cina dan ini adalah pertama kalinya AS tidak bisa menggagalkan pembentukan lembaga keuangan pesaingnya di Asia.

Dilansir dari Breaking Israel News, Selasa (28/4), meskipun ada lobi-lobi intensif, AS belum mampu meyakinkan sekutunya untuk keluar dari AIIB. Pada Maret 2015 misalnya, Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia berencana bergabung dengan AIIB sebagai pemegang saham. Di Asia, sekutu utama AS, seperti Singapura, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Thailand telah mengumumkan bahwa mereka tetap bergabung dengan AIIB meski banyak mendapat tekanan dari Washington.

"Bahkan, Jepang dan Australia yang awalnya menunjukkan mereka tak akan bergabung dengan AIIB, kemungkinan besar akan bergabung segera. Di Timur Tengah, Israel sepertinya juga 'memberontak' dengan mengajukan permohonan untuk bergabung ke AIIB," kata Navon.

Keputusan Israel untuk bergabung ke AIIB adalah indikasi lain dari kesiapan Israel untuk menentang Presiden Barack Obama. Ini berpangkal pada kesepakatan antara pemerintahan Obama dan Iran yang menimbulkan kekhawatiran di Israel mengenai ketahanan AS. Navon menilai Cina tidak akan menggantikan AS sebagai sekutu strategis Israel, melainkan hanya mengambil beberapa keuntungan melalui keterlibatan mereka di AIIB.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement