REPUBLIKA.CO.ID, KARIMUN -- Anggota Komisi VI DPR Nyat Kadir mendesak Menteri Perdagangan agar membuka kran impor beras. Beras impor, kata dia, khususnya di daerah perbatasan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
"Ini sudah berkali-kali kami sampaikan agar Mendag membuka keran impor beras. Di daerah perbatasan seperti di Kepri tidak ada hasil apapun, tidak ada yang menanam," kata Nyat Kadir dalam kunjungan kerjanya bersama rombongan Komisi VI DPR di Tanjung Balai Karimun, Kabupaten Karimun, Selasa (28/4).
Nyat Kadir mengatakan, larangan impor beras di daerah perbatasan sangat rentan terjadinya tindak pidana penyelundupan impor. Ini, kata dia, akibat tingginya disparitas harga beras dari Jawa atau Sumatera dengan beras impor.
"Daerah perbatasan sangat berbahaya. Kalau tidak impor, maka yang ilegal tetap jalan. Artinya sama saja membiarkan yang ilegal menjadi legal, sementara aparat sudah berusaha, tapi kemampuannya kan terbatas dengan daerahnya yang begitu luas," katanya.
Nyat Kadir yang berasal dari daerah pemilihan Provinsi Kepri mencontohkan hasil temuannya di Batam. Ia mengaku meninjau ke toko-toko yang ternyata menjual beras impor dengan harga murah.
"Orang toko mengatakan mereka menjual beras impor. Disparitas harganya sangat tinggi dengan beras lokal," kata dia.
Harga beras dalam negeri, menurut dia bisa menembus Rp 11 ribu per kilogram di Kabupaten Natuna dan Lingga. Harga setinggi itu, kata dia lagi cukup membebani masyarakat. "Kecuali harganya bisa Rp 8 ribu, tidak masalah kran beras impor ditutup," katanya.