REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perbedaan pendapat antara mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Jokowi soal utang luar negeri diperkirakan tidak mempengaruhi arah koalisi Partai Demokrat (PD) di parlemen. Isu ini diyakini tidak akan membuat PD berpaling kepada koalisi merah putih (KMP) atau koalisi Indonesia hebat (KIH).
Menurut pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, perbedaan pendapat tidak akan mempengaruhi hubungan antara SBY dengan Jokowi. “Perbedaan pendapat itu wajar. Apalagi masing-masing pendapat ada relevansinya dan sudah dikoreksi. Saya pikir PD tetap mengambil sikap netral dalam menghadapi situasi ini,” terangnya, Rabu (29/4).
Sikap netral, lanjut Ikrar, disebabkan kekuatan isu utang luar negeri yang dinilai kurang memberikan dampak signifikan terhadap PD. Sikap tersebut diperkirakan juga ditengarai kebiasaan PD yang selalu memilih netral. “Hal itu tidak salah. Soal sikap partai ya tergantung masing-masing partai,” tambahnya.
Saat ditanya kemungkinan perubahan sikap PD ke depan jika perbedaan pendapat terlalu berlarut-larut, Ikrar mengakui bisa saja terjadi. Menurutnya, sudah menjadi dasar partai untuk melihat isu mana yang bisa menguntungkan kepentingan mereka.
Sebelumnya diketahui, terjadi perbedaan pendapat antara SBY dengan Jokowi mengenai utang luar negeri. Jokowi menyebutkan utang Indonesia kepada IMF sebesar 2,79 miliar dollar AS. SBY kemudian melontarkan ralat dengan menyatakan Indonesia tidak lagi memiliki utang kepada IMF sejak 2006.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menjelaskan, pada dasarnya angka sebesar 2,79 miliar dolar AS yang disebut "utang" adalah special drawing rights (SDR). SDR adalah semacam mata uang yang digunakan dalam IMF. Bambang menyebut, kuota SDR sudah diberikan kepada negara negara anggota IMF untuk dana standby.