REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Serikat Buruh Migran Indonesia (SBSI) mendesak pemerintah untuk memperhatikan nasib buruh migran. Sebab, sejauh ini perhatian pemerintah terhadap nasih buruh migram masih sangat minim.
Dalam memperingati hari buruh (May Day), SBSI bersama ribuan buruh dari serikat buruh lainnya menyuarakan aksinya mulai bundaran Hotel Indonesia hingga Istana Negara.
"May Day ini momen kita meminta Pemerintah benar-benar serius memperhatikan nasib ribuan buruh yang menjadi pahlawan devisa bagi negara ini," kata Haryanto di Jakarta, Jumat (1/5).
Ia mengatakan belum maksimalnya upaya perlindungan kepada buruh migran terlihat dari banyaknya buruh migrant yang terlibat kasus hukum namun tanpa pendampingan negara. Padahal kata dia, tidak sedikit kasus yang menimpa buruh migran Indonesia terkesan dipaksakan dan dikriminalkan.
Untuk itu, dalam poin yang dituntut SBSI kepada Pemerintah yakni perlunya pendampingan hukum bagi para buruh migrant. "Pendampingan hukum itu sangat penting, upaya untuk meringankan lah sampai fakta terungkap, kalau pun bersalah ya itu persoalan lain, tapi diupayakan terungkap secara jelas," ujarnya.
Adapun tuntutan Serikat Buruh Migran Indonesia antara lain:
1. Hapus kebijakan hukuman mati.
2. Perkuat diplomasi dengan Perjanjian Bilateral sebagaimana amanat pasal 27 UU 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindunan TKI di Luar Negeri.
3. Ganti duta besar yang tidak memiliki prespektif perlindungan PRT Migran.
4. Rekrut pengacara handal untuk menyelmatkan PRT Migran, melalui proses yang terbuka.
5. Penegakkan aturan tentang kewajiban pemantauan PPTKIS terhadap PRT Migran yang telah ditempatkan
6. Pemenuhan hak atas informasi ketenagakerjaan bagi calon PRT Migran dari tingkat desa
7. Pemenuhan hak atas komunikasi bagi PRT Migran
8. Pendataan dari Desa, bukan melalui mekanisme KTKLN
9. Membatasi peran PPTKIS dari pendidikan pelatihan dan tes kesehatan bagi calon PRT Migran
10. Pembagian wewenang yang jelas antara Pusat, Daerah dan Desa dalam penempatan PRT Migran