REPUBLIKA.CO.ID,
Padatnya waktu para pekerja membuat pengajian di kantor diminati.
Ia mengakui, tidak banyak kendala berarti. Namun, faktor luar, seperti gonjang-ganjing kriminalisasi pimpinan KPK turut memengaruhi penyelenggaraan kajian.
"Sejak ada kasus itu, pengajian Rabu sementara kita liburkan, namun untuk Kamis ditambah tadarus Alquran," ujarnya.
Ketua Forum Silaturrahmi Pengajian Kantor Jakarta (Forsimpta) Abuzar Al Ghifari menyebut, pengajian perkantoran marak karena generasi saat ini kurang mendapat pendidikan agama yang cukup.
Pada masa setelah kemerdekaan, para orang tua sudah enggan memasukkan anaknya ke pesantren. Mereka memilih menyekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri.
Akhirnya, generasi bangsa ini tidak mendapatkan pelajaran agama yang cukup di sekolah. "Mereka hanya belajar agama dua jam dalam seminggu," paparnya.
Pada 1980 hingga 1990-an, generasi ini sudah masuk ke dunia perkantoran. Dua jam mata pelajaran agama yang mereka terima di sekolah negeri itu tidaklah cukup.
Akhirnya, kebanyakan mereka tidak paham tentang agamanya. "Inilah alasannya menapa kajian-kajian keagamaan di sekolah, bahkan di perkantoran begitu dibutuhkan," ujarnya.
Konsultan Trsutco Ustaz M Apud Khusaeri mengatakan, para pekerja sudah banyak menyadari jika kebahagiaan bukan karena faktor finansial dan sosial. "Tetapi, penting adanya unsur spiritual," ujarnya.
Ustaz yang rutin mengisi taklim di beberapa kantor ini menyebut, salah satu faktor suksesnya pengajian kantor adalah para aktivis dakwah yang kini sudah menjadi para profesional di kantor-kantor.
Menurut Ustaz Apud, selama ini materi yang sering diminta para pekerja adalah materi-materi mengenai ketenangan dan kebersihan jiwa atau tazkiyatun nafs. "Juga, materi-materi motivasi amal dan etos kerja, sunah-sunah Rasulullah, dan dunia Islam kontemporer," katanya.