REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Almuzamil Yusuf mengatakan penundaan eksekusi terpidana mati kasus Narkoba asal Filipina, Mary Jane, bukti bahwa Indnesia menghormati Undang-Undang Dasar dan azaz hak azasi manusia (HAM), baik di lingkup nasional maupun internasional.
Menurutnya, selain itu penundaan eksekusi mati Mary Jane juga memperlihatkan pertimbangan religius yang dilakukan pemerintah Indonesia.
"Sekarang bayangkan saja jika ada warga Indonesia di Filipina yang nasibnya sama seperti Mary Jane, dan akan dieksekusi mati. Kita juga pasti akan mencegah hal itu," katanya kepada Republika, Selasa (5/5).
Ia melanjutkan, untuk itu persidangan di Indonesia perlu memberi ruang bagi fakta-fakta baru yang terungkap dari proses pengadilan di Filipina, dan kemungkinannya untuk menjadi novum. Almuzamil menjelaskan novum itu nantinya tidak akan membebaskan Mary Jane dari tuntutan hukum di Indonesia.
"Kita lihat nanti signifikansi dan relevansi novumnya. Semakin kuat kedua hal itu, maka vonis mati bisa saja dibatalkan. Tapi jika sebaliknya, vonis mati berarti hanya ditunda," ujarnya.
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung menunda eksekusi mati terhadap Mary Jane yang sedianya dilakukan pada Rabu (29/4) dini hari. Penundaan dilakukan karena Pemerintah Filipina membutuhkan kesaksian Mary Jane setelah tersangka perekrut Mary Jane, Maria Kristina Sergio, menyerahkan diri kepada kepolisian Filipina, Selasa (28/4).
Maria Kristina Sergio diduga sebagai perekrut Mary Jane untuk menyelundupkan heroin ke Indonesia. Dia juga didakwa melakukan rekrutmen ilegal.
Sergio mengaku penyerahan dirinya dikarenakan mendapatkan ancaman pembunuhan dari nomor tak dikenal dalam telepon selulernya. Orangtua Mary Jane pun disebut juga mengancam lewat Facebook.