Kamis 07 May 2015 14:42 WIB

Begini Modus Penipuan Online WN Cina di Indonesia

Rep: C15/ Red: Ilham
Kapolri Jendral Pol. Sutarman (tengah) didampingi Kabareskrim Komjen Pol Suhardi Alius (kedua kiri)berbincang dengan Kasubdit Jatrantas Polda Metro Jaya AKBP Herry Heryawan (kanan) saat mengunjungi operasi penggerebekan rumah terduga teroris di Ciputat, T
Foto: Antara/Hafidz Mubarak
Kapolri Jendral Pol. Sutarman (tengah) didampingi Kabareskrim Komjen Pol Suhardi Alius (kedua kiri)berbincang dengan Kasubdit Jatrantas Polda Metro Jaya AKBP Herry Heryawan (kanan) saat mengunjungi operasi penggerebekan rumah terduga teroris di Ciputat, T

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 34 warga Cina yang tertangkap saat penggeledahan markas bisnis online menjadikan Indonesia hanya sebagai tempat operasi. Indonesia hanya menjadi markas dan pembuatan server online mereka.

"Mereka mengincar dan memeras para pejabat, koruptor serta konglomerat asli Cina sana. Mereka hanya menjadikan Indonesia sebagai tempat kerja dan sejauh ini tidak ada korban asal WNI," ujar Kasubdit Jatanras Polda Metro Jaya, AKBP Herry Heryawan saat di TKP, Kamis (7/5). Lalu, bagaimana modus pemerasan mereka?

Penerjemah bahasa Mandarin dari Kantor Imigrasi Jakarta Selatan, Kelly Tranoto, menjelaskan mereka meretas data para konglomerat pemilik kartu kredit di Cina. Dengan modus mengaku dari pihak bank dan kepolisian setempat, mereka memaksa para pemilik kartu kredit untuk menyebutkan digit nomer kartu kredit mereka.

Melalui nomor kartu itulah mereka menguras sisa limit kartu kredit si konglomerat dan kemudian mentransfer uang tersebut untuk kemudian dibelikan sejumlah barang. Barang tersebut kemudian dijual lagi. Semua transaksi tersebut berlangsung di Cina dengan kendali mereka yang ada di markas  rumah mewah nomor 44, Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

"Mereka kuras limitnya, kemudian mereka belanjakan barang, barang tersebut dijual kembali. Indonesia hanya sebagai tempat kerja dan pembuatan server online," kata Kelly saat ditemui wartawan di TKP, Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jaksel, Kamis (7/5).

Menurut penuturan mereka, Kelly menjelaskan, kerja mereka tak jauh dari laptop dan telpon. Laptop digunakan untuk membuat sistem yang kemudian sistem tersebut langsung bisa menguras sejumlah uang. Uang langsung masuk ke rekening otak penipuan online tersebut.

Ada sekitar 49 telpon yang digunakan untuk merayu, mengancam, dan menipu para konglomerat Cina tersebut. Mereka bekerja selama 12-16 jam sehari dan bekerja sesuai dengan daftar list yang diberikan oleh si otak pemilik penipuan online tersebut.

"Ada listnya, dari list tersebut mereka juga menuliskan respon para korban. Para korban yang sudah masuk dalam perangkap kemudian akan terus dihubungi. Semua komunikasi dan transaksi memakai bahasa mandarin," ujar Kelly.

Seperti diketahui, Polda Metro Jaya melakukan penggerebekan markas mereka, pada Kamis(7/5), dini hari. Hasilnya, sebanyak 33 warga negara asing ditangkap dan satu orang tewas jatuh dari lantai dua saat mencoba melarikan diri. Mereka terdiri dari 19 pria dan 14 perempuan yang semuanya warga Cina.

Saat ini mereka masih dimintai keterangan. Para WN Cina ini terancam Pasal 119 dan 112 UU Keimigrasian dengan ancaman di Deportasi dan masuk dalam daftar pencekalan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement