REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Rais Syuriah PBNU, KHA Hasyim Muzadi menuturkan, NU akan mengalami upaya pelemahan. Sebab semua kelompok transnasional melakukan penetrasi ke areal yang selama ini menjadi milik NU, bahkan penetrasi itu juga lewat penyusupan.
"Saya tidak tega kalau NU itu rusak atau bahkan mati dalam 5-10 tahun mendatang. Indikasinya, seperti manhaj dibatasi hingga Quran dan Hadits, lalu Qanun Asasi NU akan dimasukkan AD/ART. Itu mereduksi Qanun Asasi yang lebih luas daripada AD/ART," katanya, Sabtu (9/5) dini hari.
Indikasi lain, peran ulama NU akan direduksi dengan sistem pemilihan ala ahlul halli wal aqdy (AHWA) atau sistem perwakilan untuk musyawarah mufakat untuk menentukan Rais Aam. "Saya bukan menolak AHWA, tapi saya menolak akibat penerapan AHWA itu. Kalau AHWA diterapkan untuk Rais Aam, tapi Ketua Umum (tanfidziah) dipilih langsung, maka legitimasi Ketua Umum akan lebih tinggi. Kalau Muktamar Situbondo itu semuanya (syuriah dan tanfidziah) dengan AHWA dan ada momentum Asas Tunggal Pancasila," katanya.
Selain itu, posisi mustasyar (penasehat) dan a'wan (dewan pakar) juga akan dihilangkan. "Kalau musytasyar dibuang, maka hubungan historis pengurus NU dengan leluhur NU akan hilang, lalu a'wan yang hilang akan menyulitkan para ulama memahami zaman," katanya.
Karenanya, pelemahan NU dari dalam dan luar itu harus dicegah. "Tidak penting siapa yang memimpin NU, tapi kita harus mencari siapa yang bisa menyelamatkan NU secara akidah, syariah, manhaj, moralitas, dan trust," katanya.
Dalam forum dialog yang berlangsung hingga larut malam itu, Hasyim Muzadi sempat menyatakan kriteria ideal kepemimpinan NU ke depan adalah Rais Aam dari kalangan yang mampu memperkokoh keagamaan, keumatan, dan kebangsaan.
"Untuk Ketua Umum PBNU itu sebaiknya dari kalangan manajer yang mampu menata organisasi, sehingga posisi Rais Aam dan Ketua Umum PBNU akan saling melengkapi sesuai kompetensi masing-masing," katanya dalam seminar yang dibuka Ketua Majelis Alumni IPNU Jatim H Muzammil Syafii itu.
Sementara itu, politisi NU yang kini menjadi anggota Komisi VIII DPR RI HM Hasan Aminudin selaku pembicara lain menegaskan kepemimpinan NU itu perlu gerakan perubahan untuk mengatasi kelemahan NU saat ini. "Ibaratnya, NU perlu pemimpin yang menginjak gas secara full, bukan menginjak rem seperti sekarang. Rais Aam itu ya seperti Pak Hasyim Muzadi, sedangkan Ketua Umum PBNU itu seperti Gus Sholah, Mahfud MD, Mohammad Nuh, atau Nusron Wahid," katanya.
Senada dengan itu, intelektual muda NU yang juga Dekan Fakultas Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya Dr HM Sahid MAg menyatakan setuju jajaran tanfidziyah NU berkarakter manajer, sebab bila berposisi seperti syuriah akan justru mengambil peran syuriah.