REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Suhud mengatakan, maklumat yang dikeluarkan untuk menolak sikap pemerintah menentukan harga BBM bergantung kepada pasar adalah salah satu dari ijtihad dari PP Muhammadiyah demi kemaslahatan.
Sebab dalam menentukan kebijakan termasuk dalam menyikapi kondisi harga BBM, pemerintah sebagai waliyul amri haruslah memperhatikan fikih aulawi yaitu memperhatikan hal yang paling penting bagi kemaslahatan.
“Saya yakin Muhammadiyah menyampaikan maklumat itu juga ijtihadnya Muhammadiyah untuk mencari kemaslahatan. Mungkin Muhammadiyah anggap maslahatnya di situ,” kata Marsudi kepada ROL, Rabu (27/5).
Marsudi menyebut, pemerintah dapat mempertimbangkan sikap dan ijtihad Muhammadiyah dalam kemaslahatan persoalan naik turunnya harga BBM. Namun demikian, NU kata Marsudi hanya ingin agar pemerintah bersama tim ekonomi pemerintahan juga dapat melihat lebih jauh lagi mengenai tindakan apa yang harus diambil untuk kemaslahatan ini.
Jika ketika masa SBY pemerintah melihat untuk mengimbangi kenaikan BBM dengan pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT), saat ini kiata dia pemerintahan Presiden Joko Widodo juga harus melihat mana maslahah yang harus diperioritaskan.
“Tinggal presiden harus melaksanak fikih aulawi, mana yang lebih kepada maslahah. Ada banyak maslahah, mana yang lebih urgen, silakan dirumuskan dengan tim ekonomi pemerintah,” ujar Marsudi.
Seperti diketahui, PP Muhammadiyah mengeluarkan maklumat secara resmi yang juga menolak sikap pemerintah yang menentukan harga BBM melihat situasi harga minyak dunia. Menurut PP Muhammadiyah, dengan melepaskan harga minyak tergantung kepada kondisi pasar , maka pemerintah melanggar konstitusi. Karena sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, harga BBM tidak bisa diserahkan ke pasar.