REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB), melakukan penelitian terkait pengelolaan limbah domestik yang berwawasan gender dalam merespon perubahan iklim di daerah aliran sungai (DAS) Cikapundung.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian, diketahui kondisi limbah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung Bandung bervariasi bergantung kegiatan rumah tangga. Di hulu, limbah didominasi oleh limbah dari usaha peternakan dan pertanian.
Sementara, di tengah DAS limbah didominasi oleh limbah domestik berupa cair dan padat, dan di hilir limbah terdiri atas akumulasi dari limbah rumah tangga, industri dan pertanian.
Hasil penelitian itu juga menunjukan, pada dasarnya masyarakat sudah memahami bahwa limbah domestik berdampak buruk bagi lingkungan, namun belum memiliki kemampuan mengelola limbah menjadi barang dan jasa yang dapat meningkatkan kualitas hidup.
Selain itu, upaya pemerintah dan swasta pun sudah dilaksanakan terkait pengelolaan lingkungan, seperti menanam pohon, agroforestry, imbal jasa lingkungan, lokasi penampungan pembuangan sampah, 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle), dan pengomposan, tetapi belum berlanjut.
Dari hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip 3R belum dilaksanakan secara luas, baru 15 persen responden melakukan reuse. Desa Suntenjaya terbanyak melakukan reduce, disusul Dayeuh Kolot, lalu Lebak Siliwangi. (16,7%, 9,7% dan 7,6 %).
Dalam penelitian itu juga diketahui, gender gap dalam pengelolaan sampah domestik ditemui pada peran perempuan dan laki-laki dalam mengolah dan memasarkan produk hasil olahan sampah.
Sedangkan informasi dan inovasi tentang teknologi pengolahan sampah dimiliki oleh kedua belah pihak, tetapi laki-laki memiliki akses terhadap teknologi yang lebih kuat. Dari sisi demografi usia penduduk berkisar usia di atas 40 tahun.
Namun jumlah penduduk yang semakin meningkat, membuat jumlah timbunan sampah dan limbah cair domestik juga turut melonjak. Hal ini akan mengakibatkan pencemaran, terkontaminasinya bahan pangan oleh bahan berbahaya dan beracun sehingga akan membahayakan kesehatan masyarakat.
Sementara terkait kerentanan rumah tangga terhadap perubahan iklim, dalam penelitian terungkap bahwa rumah tangga dengan tingkat pendapatan tinggi lebih mampu merespon perubahan iklim dibanding rumah tangga berpendapatan rendah.
Model dinamik pengelolaan limbah domestik memperlihatkan bahwa populasi penduduk, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan aspek gender berkaitan dengan pola pengelolaan limbah.
Kerentanan rumah tangga terhadap perubahan iklim akan menurun ketika perempuan terlibat dalam upaya-upaya perbaikan lingkungan.
Karena dengan keterlibatan perempuan, maka perempuan akan memiliki kapasitas diri dalam menghadapi bencana terkait iklim jaringan kerjasama yang baik dan memiliki relasi gender yang seimbang dalam rumah tangga.