REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI Jenderal Moeldoko akan segera turun dari jabatanya pada 1 Agustus mendatang. Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) berharap penggantinya memiliki rekam jejak yang bersih dari pelanggaran HAM.
"Sejatinya harus dilihat clear and clean HAM sebelum nantinya dilakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and propertest)," kata Komisioner Komnas HAM, Manager Nasution di Jakarta, Kamis (4/6).
Komnas HAM berpandangan di samping harus sesuai dengan Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004, juga harus memenuhi persyaratan integritas, profesionalitas, juga harus bersih soal HAM. "Jangan sampai calon pengganti yang baru nanti terlibat dalam pelanggaran HAM," ujar Manager.
Mengacu pada Pasal 13 ayat (2) UU TNI, panglima diangkat dan diberhentikan presiden setelah mendapat persetujuan DPR. Kemudian, dalam Pasal 13 ayat (6), calon panglima disampaikan paling lambat 20 hari sejak diterima oleh DPR.
Manager menambahkan, setidaknya ada tujuh poin penting yang harus diselesaikan Panglima TNI yang baru. Pertama, berkomitmen memajukan dan menegakkan HAM di lingkungan TNI.
Kedua, meningkatkan disiplin TNI yang dianggap semakin merosot. "Seperti adanya kasus penyerangan Lapas Cebongan, perkelahian antaranggota TNI dengan Polri, bahkan pertempuran sesama TNI sendiri," imbuh Manager.
Ketiga, meningkatkan integritas dan profesionalitas prajurit. Keempat, meningkatkan kesejahteraan prajurit. Kelima, meneruskan reorganisasi TNI melalui program Minimum Essensial Force.
Keenam, menjaga netralitas TNI dan menyelesaikan sejumlah perangkat lunak TNI sesuai Undang-undang TNI. Diantaranya menuntaskan soal bisnis TNI, peradilan umum untuk militer, hukum disiplin militer, doktrin-doktrin TNI yang sesuai dengan teknologi dan hak asasi manusia, pembinaan karir, dan lain-lain. Ketujuh, berkomitmen menunaikan amanat reformasi soal supremasi sipil.