REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pergantian Panglima Tentara Nasional (TNI) dengan cara bergilir dari antarmatra dinilai sudah tepat. Perpindahan tongkat komando tertinggi di militer itu dikatakan untuk memberi kesempatan yang sama bagi prajurit di semua kesatuan.
Anggota Komisi I di DPR RI, Tubagus Hasanudin, mengatakan tradisi bergantian tersebut bukan untuk mengoreksi kebijakan pemerintahan sebelumnya. "Itu (pergantian bergilir) roh reformasi," kata politikus dari fraksi PDI Perjuangan tersebut, saat ditemui di ruang Komisi I DPR RI, Jakarta, Senin (8/6).
Tubagus menjelaskan, pergantian kepemimpinan militer dengan cara bergilir itu untuk menghindari dominasi satu matra di seluruh satuan militer. Kata dia, sejak era Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati Soekarnoputri, bergiliran menjadi Panglima TNI sudah dilakukan.
Tradisi itu, kata dia, juga dilanjutkan saat masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Pak SBY sudah benar menggilir," ujar Tubagus. Meskipun, diterangkan olehnya tradisi itu tak diketatkan dalam UU TNI. Namun, menurut dia, hal tersebut mempunyai makna yang baik.
Menurut Tubagus, sebelum reformasi dominasi Angkatan Darat (AD) kentara di semua lini dan puncak karier keperwiraan militer. Dengan cara bergilir, kata dia, menutup celah dominasi tersebut. Yaitu, dengan menganggap setara semua angkatan.
Kedua, kata dia, pergantian Panglima TNI dengan cara bergilir juga punya maksud memupuk persatuan antar matra. Terakhir, tradisi tersebut memberikan harapan bagi seluruh prajurit tinggi dalam kariernya.
"Semua prajurit itu harapannya jadi Panglima TNI sebagai puncak karier. Masa cuma angkatan tertetu saja (yang jadi Panglima TNI)," sambung dia.
Jenderal Moeldoko bakal purna tugas 1 Agustus mendatang. Namun, penggantinya sudah menjadi perdebatan. Istana Presiden pernah menyampaikan, pengganti Moeldoko tak harus mengikuti pola pemerintahan sebelumnya. Yaitu, dengan cara bergiliran dari setiap matra.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Widjojanto pernah menyampaikan, aturan bergilir tersebut tak ada dalam undang-undang. Jika bergantian, pemegang komando militer pengganti Moeldoko adalah Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Agus Supriyatna atau KSAL Laksama Ade Supandi. Moeldoko adalah panglima yang berasal dari AD.
Sementara itu, Jenderal Moeldoko usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR, Senin (8/6) menyampaikan, penggantinya kelak berada di tangan presiden. "Itu hak preogratif presiden," katanya.