REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Australia belum menjawab permintaan keterangan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi soal dugaan suap yang dilakukan pihak berwenang Australia terhadap penyelundup manusia yang tertangkap di Nusa Tenggara Timur.
Saat itu kelompok penyelundup membawa 65 orang pencari suaka. "Jawaban (untuk mengklarifikasi soal penyuapan) belum ada," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir di Jakarta, Kamis (18/6).
Menurut Arrmanatha, permintaan klarifikasi itu diajukan Pemerintah Indonesia sebagai pengingat atas kesepakatan negara-negara di kawasan untuk menangani masalah penyelundupan dan perdagangan manusia secara komprehensif, seperti yang terdapat dalam kesepakatan Bali Process.
Sejauh ini Perdana Menteri Australia Tony Abbott enggan untuk mengakui ataupun menyangkal tuduhan tentang penyuapan tersebut. Bahkan, bukannya memberikan klarifikasi, Pemerintah Australia melalui Menlu Julie Bishop justru meminta agar Pemerintah Indonesia serius dalam menjaga kedaulatan negara.
Terkait hal itu, Jubir Kemlu mengaku terkejut dengan respon Pemerintah Australia dan menilai pernyataan Julie Bishop sebagai suatu cara untuk mengalihkan isu. "Kami sedikit 'surprised' (terkejut) dengan tanggapan Australia. Kami justru melihat adanya pengalihan isu," ujar Arrmanatha.
Dia mengatakan, Pemerintah Indonesia selama ini sangat serius dalam menjaga kedaulatan negara. Bahkan, lanjut dia, salah satu prioritas kerja Kemlu adalah menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selanjutnya, dia menekankan bahwa upaya untuk mengatasi masalah penyelundupan dan perdagangan manusia serta masalah pengungsi tetap harus dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan negara asal, negara transit, dan negara tujuan.
Mengenai klarifikasi dari Australia yang masih belum diterima, Arrmanatha mengaku pihak berwajib di Indonesia dapat terus melanjutkan proses hukum terhadap enam awak kapal penyelundup yang membawa 65 pencari suaka tanpa memerlukan klarifikasi tersebut.
"Jawaban itu tidak dibutuhkan untuk melakukan proses hukum terhadap enam orang di Rote yang terkait penyelundupan dan perdagangan manusia. Karena banyak bukti lain yang bisa digunakan untuk memproses para awak kapal ini, sehingga investigasi tidak akan menunggu (klarifikasi)," ungkap dia.
Dia juga mengatakan bahwa keenam awak kapal itu telah ditetapkan sebagai tersangka dengan dakwaan penyelundupan dan perdagangan manusia, bukan dakwaan penerimaan suap.
Seperti diberitakan sebelumnya, kepolisian NTT menangkap enam ABK berkewarganegaraan Indonesia yang kedapatan membawa 65 pencari suaka, yang terdiri dari 54 warga Srilanka, 10 orang Bangladesh dan satu dari Myanmar. Dalam pemeriksaan keenam awak kapal itu mengaku telah menerima sejumlah uang suap dari petugas Badan Intelijen Rahasia Australia (ASIS) sebesar 5.000 dolar AS untuk masing-masing ABK dan 6.000 dolar AS untuk kapten kapal.
Sampai sekarang pihak Kepolisian Rote masih mendalami pengakuan tersebut dan meminta pendapat ahli. "Evidence (bukti) sudah dikumpulkan dan Kepolisian Rote juga terus mendalami kasus ini dengan mendatangkan saksi ahli untuk mendukung kasus mereka," kata Arrmanatha.