REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengancam untuk mencabut izin dari importir bermasalah yang mengakibatkan lamanya waktu proses bongkar muat barang hingga keluar pelabuhan (dwelling time) khususnya di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
"Kita akan tegas, kalau berulah, cabut izinnya. Kita akan tertibkan," kata Rachmat, Jumat (19/6).
Rachmat menjelaskan, lamanya dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok tersebut disebabkan para importir baru mengurus perizinan setelah barang yang diimpor memasuki wilayah pelabuhan.
"Barang impor sudah masuk, setelah turun di pelabuhan baru diurus izinnya. Nantinya kita akan berlakukan izin terlebih dahulu sebelum pengapalan," ujar Rachmat.
Rachmat mencontohkan, salah satu kasus yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok adalah satu kontainer dengan nomor seri DFSU2145347 dengan status Importir Terdaftar (IT) produk tertentu masuk wilayah pelabuhan pada 29 Mei, namun baru mengurus izin dokumen Badan Pengawas Obat dan Makanan pada 1 Juni 2015.
Sementara pengurusan dokumen lain berupa Persetujuan Impor Barang (PIB) baru dilakukan pada 16 Juni 2015 oleh importir dan barang bisa keluar dari pelabuhan baru pada 19 Juni 2015, sehingga total waktu yang diperlukan mencapai 21 hari.
"Untuk Kemendag prosesnya sudah online semua, tidak ada masalah. Dari keseluruhan hanya tujuh persen yang menciptakan dwelling time tinggi," ujar Rachmat.
Rachmat menyatakan, pihaknya akan segera mempelajari dan melakukan pendataan dari perusahaan yang dengan sengaja memperlama proses dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok, dan akan segera mengambil tindakan tegas terkait hal tersebut.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sempat memperlihatkan kemarahannya karena tak mendapat jawaban yang memuaskan dari pejabat di Pelabuhan Tanjung Priok soal pihak yang memperlambat dwelling time atau waktu tunggu kontainer.
Raut muka masam Jokowi ini tampak jelas ketika memimpin rapat mendadak di Pusat Perencanaan dan Pengendalian Pelabuhan Tanjung Priok, Rabu (17/6).
Pada kesempatan itu, Presiden bahkan mengancam akan mencopot petugas lapangan hingga menteri yang tidak mau memperbaiki kondisi pelabuhan peti kemas.