REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA) Hidajat Triseputro mengatakan, industri baja hilir harus diproteksi agar tidak terganggu oleh praktek-praktek unfair trading, dan serbuan impor. Apabila, industri baja hilir sudah aman dari serbuan impor maka secara otomatis industri hulu akan terbantu.
"Saat ini sedang kita proses harmonisasinya," ujar Hidajat ketika ditemui di Kementerian Perindustrian, Selasa (23/6).
Hidajat mengatakan, salah satu penyebab daya saing baja di dalam negeri masih lemah yakni karena adanya praktek unfair trading. Untuk memerangi hal tersebut, sejumlah asosiasi baja di Amerika Serikat dan Eropa telah mengajukan petisi atas praktek unfair trading tersebut. Menurut Hidajat, untuk mengantisipasi hal tersebut pemerintah Indonesia harus memperkuat industri baja di dalam negeri melalui regulasi yang kuat.
Selain itu, proyek pembangunan infrastruktur di Kuartal II/2015 ini juga harus dimanfaatkan agar menggunakan bahan baku dari dalam negeri. Terutama, bagi proyek-proyek pembangunan yang menggunakan dana APBN atau APBD.
"Kalau itu sudah bisa diatur dengan baik, kita optimistis industri baja lokal bisa survive dan memenuhi kapasitas," kata Hidajat.
Menurut Hidajat, industri baja dalam negeri siap untuk memenuhi kebutuhan proyek pembangunan infrastruktur. Namun, harus diakui bahwa kapasitas produksi belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi baja. Saat ini, kapasitas produksi baja mencapai 9 juta ton dan konsumsi baja sekitar 14 juta ton.
Ia menyatakan tidak masalah apabila ada impor. Akan tetapi, impor baja harus terkendali dan jangan sampai mematikan produsen baja di dalam negeri. Hidajat optimistis apabila program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dan adanya ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dikontrol dengan baik, maka proyek pembangunan akan berjalan tertib.