Kamis 11 Jul 2024 17:26 WIB

China Percepat Transisi Industri Baja Ramah Lingkungan

Industri baja China ditekan untuk dekarbonisasi.

Rep: Lintar Satria/ Red: Qommarria Rostanti
Industri baja (ilustrasi).  Peneliti mengatakan China tidak menyetujui proyek produksi baja dengan bahan bakar batu bara pada paruh pertama 2024.
Foto: ANTARA
Industri baja (ilustrasi). Peneliti mengatakan China tidak menyetujui proyek produksi baja dengan bahan bakar batu bara pada paruh pertama 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Peneliti mengatakan China tidak menyetujui proyek produksi baja dengan bahan bakar batu bara pada paruh pertama 2024. China tampaknya mempercepat transisi produksi baja ramah lingkungan sebagai persiapan dampak tarif ekspor karbon baru Uni Eropa.

Lembaga penelitian Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) mengatakan, dari Januari sampai Juni Pemerintah China menyetujui pembangunan pabrik baja baru berkapasitas 7,1 juta metrik ton. Namun semuanya adalah untuk proyek-proyek tanur busur listrik (electric arc furnace/EAF) yang lebih bersih dan bukan tanur tiup yang menggunakan batu bara.

Baca Juga

CREA mengatakan upaya China memangkas produksi dan lebih banyak melakukan daur ulang melalui EAF dapat mengurangi 200 juta ton emisi CO2 dari industri baja pada tahun 2060. Industri baja China yang merupakan terbesar di dunia ditekan untuk dekarbonisasi. Industri ini diperkirakan akan bergabung dalam skema perdagangan emisi China pada tahun ini dan ekspornya ke Eropa akan masuk dalam Mekanisme Penyesuaian Perbatasan Karbon (CBAM) tahun depan, yang akan membuatnya lebih mahal 11 persen pada 2030.

"Produsen baja China yang mengincar pasar Uni Eropa perlu mengambil tindakan untuk mengurangi intensitas karbon dari produk mereka untuk menjaga persaingan," kata salah satu penulis laporan CREA, Xinyi Shen, Kamis (11/7/2024).

Uni Eropa memperkenal CBAM untuk mengatasi masalah-masalah seperti "kebocoran karbon" yaitu langkah bisnis menghindari biaya karbon dengan mengambil produk dari negara-negara yang peraturan iklimnya lebih lemah. Mulai 2026 importir baja, pupuk, semen dan bahan kimia harus membayar biaya tambahan atas jejak karbon yang dihasilkan produk yang mereka beli.

Pekan lalu peneliti China dari Institute for Global Decarbonization Progress (iGDP) mengatakan industri baja China dapat membayar hingga 5,9 miliar yuan atau 811.09 juta dolar AS dalam skema CBAM pada tahun 2030, tergantung berapa emisi yang berhasil mereka pangkas. IGDP mengatakan Baja tanur tiup tradisional dapat dikenakan pungutan sekitar 250 yuan per ton pada tahun 2030, tetapi EAF berbasis skrap belum akan dikenakan biaya tambahan. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement