REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Sebuah laporan penyelidikan PBB pada Senin (22/6), menuduh Israel melakukan tindakan yang memungkinkan mengarah pada kejahatan perang selama perang Gaza. Laporan menemukan bahwa serangan udara Israel yang menyasar bangunan tempat tinggal telah menyebabkan banyak warga sipil tewas.
Perang yang dimulai 8 Juli 2014 lalu telah menewaskan 2.200 warga Palestina, termasuk 1.462 warga sipil. Kala itu militer Israel melancarkan lebih dari 6 ribu serangan udara ke Gaza, banyak serangan melanda bangunan tempat tinggal.
Hakim Amerika yang memimpin penyelidikan tersebut, Mary McGowan Davis mengatakan, masalah bukan hanya terletak pada jumlah korban atau kerusakan. Namun, menurutnya para korban ini adalah individu yang memiliki hak asasi manusia.
"Luasnya kehancuran dan penderitaan manusia di Gaza belum pernah terjadi sebelumnya ini akan berdampak pada generasi mendatang," kata Davis seperti dilansir Aljazirah.
Berdasarkan aturan perang, rumah atau tempat tinggal harus dilindungi kecuali jika mereka digunakan untuk tujuan militer. Israel mengklaim, pihaknya telah menyerang target sah. Mereka menuduh kelompok Hamas yang berada di Gaza menggunakan rumah penduduk untuk menyembunyikan senjata, pejuang, dan sebagai pusat komando.
Namun laporan Dewan HAM PBB mempertanyakan waktu serta intensitas serangan Israel. Komisi mengatakan, mereka menginvestigasi 15 serangan di rumah penduduk di mana total warga tewas mencapi 215 jiwa. Korban termasuk 115 anak-anak dan 50 perempuan.
Laporan juga menyatakan, banyak serangan Israel terjadi pada malam atau pagi hari. Saat itu, umumnya banyak keluarga yang berkumpul untuk makan mengingat bertepatan dengan bulan Ramadhan.
"Ada indikasi kuat serangan terhadap rumah menjadi tak proporsional dan karena itu dinilai sebagai kejahatan perang," kata para peneliti.
Para peneliti juga mencatat serangan yang menargetkan rumah penduduk berlanjut sepanjang perang, bahkan setelah lingkup korban sipil menjadi jelas. Ini kata mereka menimbulkan keprihatinan, bahwa serangan merupakan taktik militer reflektif dari kebijakan lebih luas yang disetujui secara diam-diam oleh para petinggi Israel.
Meskipun Israel menolak bekerja sama dengan penyelidikan, laporan mencatat klaim Israel mengenai butuh langkah yang belum pernah diambil sebelum untuk menghindari korban sipil. Seperti Israel harus memerintahkan warga mengungsi melalui selebaran, telepon, siaran radio, dan tembakan peringatan.
Tapi komisi PBB mengatakan, dalam banyak insiden Israel tak melakukan semua seperti semestinya untuk membatasi atau menghindari korban sipil.
Laporan juga menyelidiki tiga operasi darat Israel. Hasilnya ditemukan mereka menggunakan senjata berat seperti artileri dan tank di daerah padat penduduk. Hal ini tak sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional.
Menanggapi hal ini, Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyu marah. Ia menolak hasil laporan tersebut dan menyatakan komisi bias terhadap Israel. "Israel tak melakukan kejahatan perang. Israel membela diri melawan organisasi teroris yang menyerukan penghancuran dan melakukan banyak kejahatan perang," kata Netanyahu.
Tekanan Israel ini sempat membuat ketua komisi pertama, seorang profesor hukum asal Kanada, William Schabas mengundurkan diri. Ia dituduh melakukan pekerjaan hukum bagi Organisasi Pembebasan Palestina. Netanyau juga menuduh PBB munafik, setelah Sekjen PBB Ban Ki-moon mengecam Israel atas kematian dan penderitaan anak-anak Palestina.
Tak hanya mengecam Israel, laporan komisi juga mengkritik keras kelompok Hamas. Laporan mengatakan, Hamas telah menembakkan 4.881 roket dan 1.753 mortir ke Israel. Serangan itu menewaskan enam warga sipil, termasuk seorang bocah empat tahun yang sedang bermain di rumahnya.
Laporan mengatakan, sifat arah proyektil yang sembarangan dan terencana pada warga sipil dinilai sebagai kejahatan perang. Bukti menunjukkan tujuan utama serangan roket adalah menyebarkan teror di kalangan penduduk sipil.
PBB juga mengkritik penggunaan terowongan seperti menciptakan ketakutan yang gamblang di kota-kota perbatasan Israel. Mencatat Hamas melakukan pembunuhan di luar hukum juga dinilai sebagai kejahatan perang.
Seorang pejabat senior Hamas di Gaza, Ghazi Hamad menolak laporan tersebut. Ia mengatakan laporan menciptakan keseimbangan palsu antara korban dan pembunuh.
Komisi PBB ini dipimpin Davis dan pengacara Senegal serta ahli hak asasi manusia Doudou Diene. Komisi diluncurkan satu tahun lalu atas permintaan Palestina.