REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) kembali menghadiri sidang lanjutan PTUN, Kamis (25/6) ini terkait putusan sela Surat Keputusan (SK) pembekuan PSSI. Kuasa hukum Kemenpora, Yusuf Suparman mengatakan kliennya akan tetap menyampaikan eksepsi terkait legal standing PSSI La Nyalla Mattalitti dengan menghadirkan dua saksi faktual dan empat saksi ahli.
"Kita tetap akan bahas tentang legal standing-nya mereka dengan hadirkan dua saksi faktual dan empat saksi ahli," kata Yusuf pada ROL, Kamis (25/6).
Pejabat Biro Hukum Kemenpora ini menjelaskan gugatan La Nyalla Mattalitti sebagai ketua umum PSSI di PTUN tidak sesuai. Karena dalam SK Kemenkumham masih mengakui Djohar Arifin sebagai ketua umum. Meskipun secara fakta La Nyalla Mattalitti menjadi ketua umum setelah proses kongres luar biasa (KLB) di Surabaya usai digelar.
Ia mengingatkan FIFA hanya mengakui PSSI La Nyalla Mattalitti karena menganggap PSSI sebagai private member, sehingga FIFA perlu mengetahui hasil KLB PSSI di Surabaya. Namun, PSSI perlu memahami organisasi atau atau pengurus pada cabang olahraga sepakbola itu berdiri atas dasar undang-undang. Sehingga ia harus patuh dan taat pada pemerintah dan hukum negara Indonesia.
Tapi kenyataannya PSSI tidak patuh dan melanggar hukum yang ada di Indonesia dan menegaskan diri hanya tunduk pada statuta FIFA. Posisi inilah yang kemudian menyebabkan pemerintah memberikan sanksi administratif melalui teguran satu hingga tiga. Namun PSSI tidak mengacuhkannya dan memaksa pemerintah mengeluarkan sanksi berupa pembekuan kegiatan kepengurusan Djohar Arifin.
Setelah dikeluarkan putusan sela yang menangguhkan SK tersebut. Kepengurusan PSSI La Nyalla juga masih belum sah. Karena PSSI Djohar belum serah terima jabatan dengan kepengurusan La Nyalla. Apalagi Kemenkumham juga belum mengeluarkan pengakuan terhadap PSSI La Nyalla.
"Jadi kalau mau menuntut harusnya sebagai perseorangan bukan ketua umum, itulah yang salah," kata Yusuf.