REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Letjen (Purn) Sutiyoso menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi I DPR, Selasa (30/6). Dalam pemaparannya, Sutiyoso mengatakan, sumber ancaman semakin beragam, salah satunya proxy war.
Sutiyoso menyebut, sejalan dengan perkembangan iptek yang makin pesat di tingkat global, politik pertahanan dan keamanan semakin banyak dibayangi proxy war atau perang proxy. "Kita bisa lihat dengan gamblang dalam berbagai konflik di Timur Tengah, Asia Selatan, dan pecahan Uni Soviet. Semakin meningkatnya ancaman terorisme tidak lepas dari perang proxy," kata Sutiyoso di gedung DPR, Jakarta, Selasa (30/6).
Perang proxy adalah perang yang terjadi antara dua pihak tanpa berhadapan secara langsung, atau dengan kata lain memanfaatkan pihak ketiga untuk mengalahkan musuh. Beberapa indikasi adanya perang proxy, yakni di antaranya lewat gerakan separatis, bentrok antarkelompok dan demonstrasi massa.
Bang Yos, sapaan akrab Sutiyoso berkata, perang proxy merupakan salah satu bentuk ancaman yang membahayakan negara. Ia menyebutkan, contoh terakhir aksi terorisme yang merupakan bentuk dari perang proxy, yakni tiga serangan terorisme di Prancis, Tunisia dan Kuwait.
"Eksistensi, keutuhan, keamanan dan kepentingan nasional Indonesia saat ini makin kompleks dan bersifat asimetris atau tidak terpola. Ini sejalan dengan sangat dinamisnya perkembangan global dan regional yang dihadapi Indonesia," ujarnya.