REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum tata negara, Margarito Kamis mengatakan politik dinasti adalah masa lalu Indonesia, namun hal itu sudah tidak ada lagi di masa kini.
Ia mengatakan, di masa lalu raja atau penguasa dapat menunjuk anak atau saudaranya menjadi penguasa juga. Namun, politik dinasti sudah tidak ada di era sekarang. Sebab, sistem demokrasi yang dikenal saaat ini menggunakan pemilihan langsung.
Sebab itu, Kamis berharap masyarakat tidak perlu takut kalau keluarga dari penguasa ikut maju dalam pemilihan kepala daerah. Hal itu tidak menjamin keterpilihan yang bersangkutan di kompetisi Pilkada.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menerima uji materi Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 dinilai sudah benar. Menurutnya, tidak ada alasan menklaim kompetisi Pilkada tidak sehat dengan adanya petahanan.
"Mari kita buka mata, jangan jadi katak dalam tempurung menghadapi petahana, tidak apa-apa, tidak perlu takut biarkan kompetisi berjalan," katanya di kompleks parlemen Senayan, Kamis (9/7).
Margarito melanjutkan ada atau tidak petahana dalam persaingan di Pilkada, sistem sudah memfasilitasi dengan proses pemilihan langsung. Jadi, masyarakat tidak perlu takut soal keluarga penguasa yang ingin maju. Kalau memang layak terpilih, pasti terpilih. Tapi kalau tidak layak jadi pemimpin, pasti tidak akan dipilih rakyat.
Menurutnya, kalau petahana tidak diperbolehkan berkompetisi di Pilkada, sama artinya menganggap penyelenggara buruk. Semua yang berhubungan dengan Pilkada tidak ada yang baik. Mulai dari Bawaslu, KPU sampai jajaran ke bawahnya, seluruhnya dianggap bersekongkol memuluskan jalan petahana.
Padahal, persoalan politik dinasti dapat selesai kalau sistem dan tatanan hukum bejalan sebagaimana mestinya. Mulai dari BPK, BPKP, KPK, Polri, Kejaksaan bertugas sesuai dengan fungsinya masing-masing tanpa tebang pilih.
"Poin kita adalah, sistem yang harus bekerja, bukan karena ini petahana atau politik dinasti," tegasnya.