REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan mengaku kecewa dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehnya anggota keluarga petahana bisa maju sebagai calon pimpinan daerah tanpa interval waktu.
"Jelas keputusan MK ini, kami sangat kecewa. Ini hakim-hakim MK harusnya membaca HAM jangan dari kacamata barat tapi HAM Indonesia yang masih paternalistik," kata Djohermansyah dalam diskusi di Senayan Jakarta, Kamis (9/7).
Menurut Djohermansyah masyarakat Indonesia masih sangat paternalistik sehingga alasan HAM dalam keputusan tersebut tidak tepat. "Pertanyaannya kalau dianggap melanggar HAM, HAM siapa yang dilanggar? Mungkin HAM dari anggota keluarga petahana?" katanya.
Namun, menurut dia, bandingkan dengan HAM rakyat seluruh provinsi atau kabupaten karena dihambat oleh petahana ini. Lebih lanjut Djohermansyah menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan penelitian terkait politik dinasti di daerah-daerah. Menurut Djohermansyah dari waktu-ke waktu politik dinasti semakin merajalela dan hal ini sangat mengkhawatirkan.
"Dengan keputusan MK ini, selamat datang politik dinasti di daerah-daerah. Dan ini juga membuktikan upaya memperbaiki, tersangdung di MK," kata Djohermansyah.
Djohermansyah menjelaskan bahwa dalam kasus politik dinasti bukan pelarangan tetapi pembatasan. Djohermansyah menjelsakan seperti soal massa jabatan presiden yang dibatasi dua kali saja. "Ini prinsipnya pembatasan."
Namun berbeda dengan pakar hukum tata negara Margarito Kamis bahwa sudah benar keputusan MK ini karena tidak ada alasan konstitusional apapun untuk melarang anggota petahana tak boleh maju dalam pilkada.
"Apakah seseorang sedari awal bermimpi jadi keluarga petahana? Apakah misalnya anaknya Habibie yang pinter apakah kemudian tak boleh mencalonkan diri?" kata Margarito.
Karena itu tambah Margarito, tidak ada alasan konstitusional apapun untuk melarang keluarga petahana dilarang maju. "Bagaimana kita melarang sesuatu yang tidak bisa kita jangkau atau tidak bisa kita prediksikan," kata Margarito.