REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Presiden Myanmar Thein Sein menegaskan kembali janjinya menggelar pemilihan umum bebas dan adil setelah negara itu menetapkan tanggal pemilu, Kamis (9/7).
Jutaan warga akan memilih dalam pemilihan umum bersejarah pada 8 November. Pemilu tersebut sepertinya juga menjadi yang pertama kali dalam 25 tahun diikuti partai pimpinan Aung San Suu Kyi.
"Sebagai pemerintahan sipil pertama sejak bertahun-tahun, kami punya tanggung jawab dan kami berjanji melakukan yang terbaik untuk menjamin pemilu mendatang berjalan dengan bersih, bebas dan adil," kata Presiden Thein Sein dalam pidato yang disiarkan radio secara nasional, sehari setelah tanggal pelaksanaan pemilu dipastikan.
Pemimpin Myanmar yang juga mantan jendral itu mendapat pujian masyarakat internasional atas reformasi politik dan ekonomi yang dijalankannya. Reformasi teh membuka negara tersebut dari keterasingan sehingga berbuntut pada dicabutnya sanksi-sanksi Barat.
Namun, dengan semakin dekatnya pelaksanaan pemilu, muncul kekhawatiran negara yang telah dipimpin oleh militer selama hampir setengah abad itu akan bergerak mundur dalam transisi demokratis.
Suu Kyi, yang dihalang untuk menjadi presiden berdasar konstitusi yang dirancang oleh junta, gagal mengubah piagam tersebut. Peraih Nobel berusia 70 tahun itu belum secara resmi mengumumkan keikutsertaannya dalam pemilu, meskipun partai yang dipimpinnya Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) mengatakan sudah menyiapkan landasan kebijakan yang sudah lama ditunggu.