REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Thailand mendeportasi sekitar 100 etnis Muslim Uighur ke China, Kamis (9/7) kemarin. Tindakan ini menuai kecaman keras dari dunia internasional.
Juru bicara Thailand, Mayor Jenderal Weerachon Sukhonthapatipak mengatakan, Muslim Uighur yang dideportasi Kamis kemarin telah ditahan di Thailand sejak satu tahun lalu. Sementara, sekitar 50 etnis Uighur yang belum jelas kewarganegaraannya masih tetap di Thailand.
Dilansir dari The Sidney Morning Herald, Jumat (10/7), sebelumnya Thailand juga telah memulangkan sekitar 170 Muslim Uighur yang teridentifikasi sebagai warga negara Turki ke negara asal.
Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi menyebut deportasi Muslim Uighur ini sebagai pelangggaran mencolok atas hukum internasional. Muslim Uighur dikhawatirkan akan menghadapi perlakuan kasar dari pemerintah Cina.
Uighur adalah etnis minoritas Muslim yang kebanyakan berada di Xinjiang, sebuah wilayah di bagian barat Cina. Konflik antara Uighur dan Han, kelompok etnis yang dominan di Cina, telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Sebagian di antara mereka melarikan diri ke perbatasan negara tetangga akibat tekanan dari pemerintah Cina. Tahun lalu, pasukan keamanan Thailand menahan ratusan Muslim Uighur yang berhasil melarikan diri dari Cina.
Mereka terjebak dalam kelompok terpisah di berbagai belahan Thailand. Para pejabat Cina kemudian menuntut Thailand untuk mengirimkan etnis minoritas Uighur kembali ke Cina.
PBB dan kelompok advokasi hak asasi manusia mengecam keputusan Thailand untuk melakukan deportasi tersebut. Mereka mengatakan, etnis Uighur yang dideportasi itu berisiko dikenai hukuman berat karena telah melarikan diri dari negara atau alasan semacamnya.