REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Slamet Effendy Yusuf meminta pemerintah tegas menuntaskan insiden kekerasan massa yang bertepatan dengan Idul Fitri 1 Syawal 1436 Hijriah di Tolikara, Papua. "Pemerintah dan aparat hukum keamanan harus tegas dan segera menangkap pelakunya," ujarnya ketika dikonfirmasi dari Surabaya, Sabtu (18/7).
Menurut dia, tindakan ini merupakan aksi nyata dari kelompok tertentu yang sangat disesalkan karena merusak iklim kerukunan yang selama ini dibina, khususnya umat Islam dan Kristen,
Ia juga berpendapat bahwa tindakan ini bukan spontanitas, melainkan terencana dari kelompok tertentu yang melarang kegiatan Shalat Idul Fitri, padahal tidak ada otoritas apapun yang melarang penyelenggaraannya. "Sudah jelas dan berdasarkan Pancasila bahwa tidak ada satu daerah pun di Indonesia yang melarang melaksanakan ibadah suatu umat agama," katanya.
Karena itu, kata dia, ia atas nama MUI dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berharap kepada pemerintah dan aparat tidak mengabaikan, sekaligus untuk mengantisipasi kejadian serupa terjadi di daerah-daerah lain. "Kalau dibiarkan kami khawatir ini menjadi tradisi dan hal itu tentu sangat buruk," kata ulama yang pernah mengabdi sebagai wakil rakyat tersebut.
Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor periode 1985-1995 itu juga mengimbau kepada umat Muslim di seluruh Indonesia untuk menahan diri dan memberi kepercayaan penuh terhadap aparat keamanan. "Ini memang sangat menyakitkan umat Islam, tapi jangan sampai terpancing, apalagi melakukan pembalasan. Jangan sampai kebrutalan dibalas kebrutalan karena agama manapun melarangnya," ucapnya.
Sebelumnya, pada Jumat (17/7) terjadi kerusuhan di Kabupaten Tolikara yang diduga disebabkan salah paham karena pengeras suara. Pada saat bersamaan di daerah tersebut berlangsung dua acara yang digelar oleh dua umat agama yang berbeda, yakni perayaan Idul Fitri dan pertemuan pemuka masyarakat gereja.