REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dewan Muda Lintas Agama (DMLA) meminta agar aparat berwenang bertindak berdasarkan hukum yang berlaku secara adil, cepat, dan tepat atas insiden saat Idul Fitri di Tolikara, Papua, Jumat (17/7) lalu.
"Agar konflik tidak meluas, maka perlu penyelesaian dengan pendekatan hukum, disamping sosial," kata Ketua Umum DMLA Idy Muzayyad, dalam rilisnya, Ahad (19/7).
Ia meyakini bahwa konflik tersebut bukanlah wujud kebencian antarumat beragama ataupun bentuk arogansi kelompok mayoritas terhadap minoritas masyarakat di Papua, namun lebih karena kesalahpahaman belaka.
"Karena toleransi itu dalam prakteknya harus disertai dengan komitmen untuk saling, yakni saling menghargai dan menghormati, kalau tidak saling itu berarti tidak imbang dan toleransi tidak akan efektif. Dan toleransi itu bermula dari ketulusan komunikasi," ungkap Idy.
Menurutnya, tanpa ada ketulusan ini maka akan muncul saling curiga dan kemudian saling menyalahkan ditambah perasaan lebih satu kelompok atas kelompok yang lain.
Sekjen DMLA Natalis Situmorang menambahkan, umat beragama di Indonesia perlu melakukan refleksi mendalam atas konsep dan praktek kerukunan antarumat beragama dengan belajar dari peristiwa Tolikara ini.
"Bagaimanapun ini menjadi noda hitam kehidupan keberagaman kita. Dan kita harus mencegah jangan sampai hal serupa terjadi di tempat lain, oleh kelompok yang lain terhadap kelompok yang lain pula," imbau Natalis yang pernah menjadi Ketua Umum Pemuda Katolik dua periode.
Di luar itu, ia meyakini umat beragama di Indonesia secara umum sebenarnya telah memiliki kedewasaan dalam mempraktikkan toleransi, namun ada sebagian kelompok yang kadang kala memang secara genit bermaksud memunculkan letupan.
"Tapi hal itu tidak akan merusak mainatream masyarakat yang toleran," pungkas Natalis.