REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial (Mensos) Indonesia Khofifah Indar Parawansa menyatakan dibutuhkan dialog antaragama dan peran pemimpin agama (religious leader) untuk mencegah kejadian seperti pembakaran Mushala Tolikara, Papua terulang.
Menurutnya, dialog di lingkup intern maupun antaragama harusnya terus dibangun. Bisa juga melakukan pertemuan antaragama tingkat nasional yang dulu pernah rutin dilakukan seperti morning tea setiap dua pekan sekali. Selain itu, dibutuhkan sosok religious leader untuk mengantisipasi kejadian serupa terulang.
“Betapa pentingnya sosok religius leader disini. Religous leader atau guru tugasnya mengingatkan umatnya supaya tahu apa yang harus dilakukan dan ditinggalkan,” ujarnya, di rumah dinasnya, di Jakarta, Senin (20/7) sore.
Harus diakui, kata dia, religious leader, terutama di tingkat lokal memiliki daya ikat cukup kuat. Ketundukan umat pada pemimpin spiritualnya sangatlah kuat. Dengan dilakukannya dua upaya tersebut, ia optimistis akan muncul pengertian (understanding), percaya (trust), dan menghargai (respect) antaragama.
“Artinya, apa yang terjadi di Tolikara menjadi pembelajaran bangsa. Pluralisme dan multikuluralisme adalah wujud kebhinekaan yang menjadi bagian penguatan seluruh proses berbangsa dan bernegara kita,” katanya.