REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan teknologi telah memungkinkan manusia untuk menciptakan hujan buatan. Bagaimana dengan shalat Istisqa?
Pakar Alquran, Ahsin Sakho Muhammad menilai hujan buatan boleh saja dilakukan tapi jangan sampai umat Islam merasa dirinya tidak membutuhkan pertolongan Allah. Tidak ada orang yang bisa lepas dari rahmat Allah, walau sekejap pun. Kalau sudah merasa tidak membutuhkan Allah, ia akan menjadi orang yang sombong.
"Sekalipun mampu melakukan berbagai penemuan, manusia harus senantiasa merasa membutuhkan Allah," kata dia.
Menurut Ahsin, hubungan manusia tidak hanya bersifat horizontal, tetapi juga vertikal. Sebagaimana alat teknologi lain, hujan buatan adalah salah satu usaha manusia untuk memudahkannya menjalani hidup.
Karena itu, kata Ahsin, meski manusia sudah bisa menciptakan hujan buatan untuk mengatasi kemarau panjang, sholat Istisqa tetap penting dilakukan.
Kemarau panjang juga harus menjadi bahan evaluasi manusia. Ahsin mengatakan, kekeringan yang melanda sawah ribuan hektar menunjukkan kurangnya managemen pengairan di Indonesia. Waktu air banyak, manusia boros menggunakan air. Sebaliknya, saat kemarau orang bingung mencari sumber air.
“Manusia juga harus mengevaluasi diri, apakah gerangan yang kurang? Indonesia adalah negara khatulistiwa, tetapi ketika musim kemarau, kekeringan dimana-mana,” kata Ahsin.
Seperti diketahui, kekeringan melanda sejumlah daerah di Jawa Barat beberapa bulan terakhir. Pemprov Jabar dan Mendesa PDTT, Marwan Jabar menyerukan desa-desa melakukan shalat istisqa untuk mengatasi kekeringan.