Rabu 29 Jul 2015 06:12 WIB

Memperkuat Pendidikan Diniyah

Murid kelas VI Sekolah Dasar (SD) Madrasah Ibtidaiyah Attaqwa mengikuti Ujian Nasional (UN) mata pelajaran Bahasa Indonesia pada hari pertama di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (18/5).
Foto: Antara/Dewi Fajriani
Murid kelas VI Sekolah Dasar (SD) Madrasah Ibtidaiyah Attaqwa mengikuti Ujian Nasional (UN) mata pelajaran Bahasa Indonesia pada hari pertama di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (18/5).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: H. M. Hamdar Arraiyyah, Kepala Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan

Pendidikan agama di sekolah telah dilaksanakan di Indonesia untuk waktu yang lama. UU Nomor 12 Tahun 1954 memuat pasal tentang pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri ( BAB XII, Pasal 20). Pada masa UU ini diberlakukan, sekolah memberikan pelajaran agama bergantung pada umur dan kesecradasan murid-muridnya; Murid-murid yang sudah dewasa boleh menetapkan ikut dan tidaknya pelajaran agama; Pelajaran agama tidak mempengaruhi kenaikan kelas anak.

Kebijakan yang lebih tegas ditetapkan kemudian melalui TAP MPRS RI No. XXVII/MPRS/1966. Pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas negeri (BAB I, Pasal 1). Kebijakan pemerintah tersebut tidak terlepas dari tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dan  bangsa pada waktu itu yang berusaha membebaskan masyarakat dari pengaruh paham komunisme.

Walau kebijakan tentang pengajaran agama pada masa lalu itu masih berlaku secara terbatas pada lembaga pendidikan yang dikelola oleh pemerintah, namun pengaruh positifnya dirasakan. Guru agama Islam yang diangkat oleh pemerintah pada tahun 1967 telah menjalankan tugas, dengan kelebihan dan keterbatasan, memberi kesempatan banyak peserta didik pada semua jenjang pendidikan untuk memperoleh pelajaran agama Islam. Jasa mereka tak dapat dipisahkan dari kondisi kehidupan beragama di kalangan umat yang semakin maju hingga pada waktu sekarang.

Salah satu fakta yang menandai kemajuan tesebut adalah peningkatan jumlah masjid dan mushalla yang mencolok pada akhir dekade tahun 1970-an dan sepanjang tahu 1980-an. Pengaruh lebih lanjut ialah tumbuhnya kesadaran banyak orang untuk menampakkan identitas keagamaan sebagai muslim. Masjid dan mushalla dibangun di lingkungan kantor pemerintahan, barak militer, kantor polisi, perusahaan milik pemerintah dan swasta.

Kaum terpelajar tidak lagi merasa asing dengan ajaran agamanya, seperti ditunjukkan sebagian orang yang tidak sempat mendapat pelajaran agama pada masa sebelumnya. Bahkan banyak kaum terpelajar menjadi pelopor aktivitas keagamaan Islam di tempat kerja atau lingkungan tempat tinggal mereka. Fenomena beberapa tahun terakhir ini, mushalla di mal ramai dikunjungi jamaah untuk salat, walaupun tempat yang disediakan sebagian pengelola mal adanya di tempat parkir, kondisi yang mencerminkan posisi umat dalam bidang ekonomi.

selanjutnya keterbatasan pelaksanaan pendidikan agama Islam

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement