REPUBLIKA.CO.ID,MEDAN -- Konsep Islam Nusantara yang mulai bergaung di Indonesia dinilai cukup baik untuk menjawab berbagai masalah keagamaan yang bersifat lokal.
“Dari kajian awal, konsep Islam Nusantara itu kemungkinan besar akan menumbuhkan praktik-praktik keberagamaan yang kental dengan nilai sinkritisme karena masyarakat merasa mendapatkan legitimasi sebagai bagian dari kultur keberagamaan umat Islam di Indonesia,” jelas pengamat sosial politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatra Utara Dr Ansari Yamamah, Selasa (11/8).
Namun, ujarnya, dengan berbagai kelebihannya, konsep tersebut perlu didiskusikan lebih mendalam. Terutama berdasarkan tinjauan ontologis terkait sumber ilmu, epistimologis terkait metode memahami dan menjelaskan ajaran, dan secara aksiologis terkait penerapan dan manfaat yang didapatkan.
Kemudian, imbuh Ansari, ada kecenderungan secara tidak langsung Islam Indonesia akan terpasung dalam konteks lokal sehingga akan mengalami keterkejutan agama (religious shock) ketika berhadapan dengan nilai yang lebih universal.
"Keterkejutan muncul karena Islam yang dikembangkan selalu direferensikan atas dasar kultur keindonesiaan," katanya.
Selanjutnya, kata Ansari, keberagamaan yang dibangun melalui konsep itu cenderung tradisional, bukan rasional karena tidak menyentuh upaya pemaksimalan akal generik sebagai alat utama dalam upaya menemukan dan mengembangkan sains dan teknologi yang penting dalam membangun peradaban.
Ia juga khawatir sulitnya lahir gerakan dan penemuan besar yang dapat mengimbangi hegemoni negara-negara adikuasa dan akan semakin berkembang model keberagamaan yang sufistik.
"Kondisi itu muncul karena konsep yang ditawarkan lebih mengutamakan nilai-nilai kultural dibandingkan dengan mengembangkan substansi Islam universal," katanya.
Untuk melengkap konsep Islam Nusantara, alumni Leiden University itu menawarkan konsep Islam Transitif, yakni sebuah gerakan Islam yang berbasis pada gerak intelektual, kesolehan personal dan sosial, dan berorientasi pada masa depan.
"Konsep ini mengedepankan dan menghargai eksternalitas sosial dan protektif, sekaligus eksploratif terhadap segala relasi sumber daya yang ada," ujar Ansari.