Rabu 12 Aug 2015 07:56 WIB

Merindukan Daging di Pasar Tradisional

Rep: C34/ Red: Julkifli Marbun
Warga membeli daging saat operasi pasar daging sapi di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (11/8).  (Republika/Yasin Habibi)
Warga membeli daging saat operasi pasar daging sapi di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (11/8). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Juntaian daging sapi segar berwarna kemerahan kembali absen di Pasar Ciluar, Sukaraja, Kabupaten Bogor. Para penjual daging di pasar tradisional tersebut masih konsisten tak berjualan.

Sejak pagi, deretan los pasar blok G tersebut tampak lengang. Lapak-lapak itu seperti ditinggalkan pemiliknya, bahkan beberapa ekor kucing tanpa ragu tidur di atasnya.

"Sudah dua hari ini penjual daging libur, katanya sedang mogok se-Jabodetabek," tutur Sahani, penjual ayam potong, kepada Republika, Senin (10/8).

Sahani berkata, rata-rata pelanggan pasar yang biasa berbelanja sudah mengetahui informasi mogok berjualan tersebut. Namun, ada pula pengunjung pasar yang bertanya ke mana perginya para penjual daging.

Sehari-harinya, ibu 45 tahun tersebut juga berbelanja daging untuk konsumsi keluarga. Absennya para penjual daging diakui Sahani membuatnya kesulitan mendapatkan produk hewani tersebut.

Informasi yang didapatkan Sahani, para penjual daging menuntut pemerintah untuk menurunkan harga ke angka normal. Sahani mengaku sepakat, sebab kenaikan harga daging sapi berimbas pula terhadap komoditas dagangannya.

"Daging naik, ayam ikut naik. Jumlah pelanggannya tidak bertambah," kata Sahani, yang telah 20 tahun berjualan di pasar.

Harga daging ayam kini mencapai kisaran Rp 38 ribu hingga Rp 40 ribu. Sebelumnya, harga normal daging ayam berkisar Rp 32 ribu sampai Rp 34 ribu.

Kenaikan harga itu membuat para pelanggan Sahani menurunkan banyaknya daging ayam yang dibeli. Pembeli yang biasanya berbelanja satu kilogram ayam, misalnya, kini hanya membeli setengah kilogram.

"Jumlah pelanggan tidak bertambah, malah semakin berkurang karena mahal," ujarnya.

Amalia, pengunjung yang berbelanja, termasuk salah satu yang mengeluhkan absennya para penjual daging. Ibu 26 tahun tersebut sudah mengetahui adanya pemogokan dari media massa.

Ia mengaku bersimpati kepada para pedagang bakso dan pedagang makanan yang terimbas. Untuk konsumsi keluarga, ujarnya, tak terlalu terdampak karena Amalia tak terlalu sering berbelanja daging.

"Kalau untuk makan di rumah, paling hanya beli setengah atau sekilo, tiga minggu sekali. Yang kasihan pedagang bakso, jadi nganggur," papar Amalia.

Warga Cijujung itu berharap, harga daging akan kembali normal saat para penjual daging kembali berjualan pada Kamis (13/8). Sebab, meroketnya harga daging membuat harga bahan makanan lain ikut melambung.

"Daging mahal, harga ayam dan sayur ikut mahal," keluhnya.

Ketiadaan daging sapi juga memengaruhi sejumlah pedagang makanan jadi di halaman kompleks Pasar Ciluar. Pasalnya, pasar yang beroperasi 24 jam tersebut menjadi tak seramai biasanya.

Padahal, kepadatan pengunjung menjadi berkah tersendiri bagi pedagang makanan dan minuman di sekitar pasar. Penurunan jumlah pengunjung otomatis membuat pendapatan yang dikantongi pedagang berkurang.

"Dari kemarin yang beli sepi," ungkap Sukaesih, pedagang minuman.

Perempuan yang akrab disapa Uci itu berharap mogok tak berkelanjutan agar pasar kembali ramai seperti sediakala.

Staf Pengelola Pasar Ciluar, Ilham Nur, menginformasikan terdapat 12 lapak penjual daging sapi dari keseluruhan total 241 los makanan basah (sayur, sembako, telur, dll). Mogok massal para penjual daging itu, menurut Ilham, baru terjadi kali ini.

"Setahu saya yang sering malah aksi mogok pedagang tempe saat kedelai mahal, tapi paling lama hanya dua hari," kata ia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement