REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Moh Mahfud MD mengemukakan saat ini banyak hakim, jaksa, dan pengacara yang tersandera kasusnya. Kondisi tersebut membuat mereka tidak dapat menegakkan hukum secara tegas.
"Yang membuat kemiskinan tak bisa hilang dari Indonesia," ujarnya, Ahad (16/8).
Mahfud mengemukakan hal tersebut seusai melakukan pertemuan dalam Forum Group Discussion (FGD) alumni Universitas Islam Indonesia (UII) kepada wartawan di Yogyakarta, Ahad (16/8/2015). Tokoh-tokoh yang hadir dalam FGD di antaranya Mahfud MD, Rektor UII Harsoyo, Edy Suandi Hamid, Artidjo Alkostar, Busyro Muqodas, Salman Luthan, Suparman Marzuki, dan Chandra Setiawan.
"Dalam FGD, selain memberikan masukan untuk kemajuan UII, juga membahas permasalahan bangsa," kata Mahfud.
Dijelaskan Mahfud, hakim, jaksa dan pengacara yang tersandera adalah mereka yang memiliki kasus korupsi di masa lampau. Sehingga ketika mereka menangani kasus penegakan hukum dipengaruhi oleh tekanan-tekanan yang akan membongkar kasusnya di masa lalu.
"Kasus putusan sesat itu bukan karena suap, tetapi adanya tekanan dari orang tertentu. Dan orang tersebut yang mendesak agar putusannya seperti yang mereka kehendaki. Kalau hakim tidak mengikuti kehendaknya, maka akan habis kariernya," tandas Mahfud.
"Saat SBY lengser tercatat ada 12,5 persen atau 28,5 juta orang miskin," kata Mahfud.
Sedang index gini ratio tahun 1998 hanya 0,20 kini tahun 2015 menjadi 0,420. Artinya, kata dia, pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya dinikmati segelintir orang saja.
"Kalau penegakan hukum tidak dilakukan dengan baik, index gini ratio ini akan semakin tinggi," katanya.