REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan dan Utara melanjutkan kembali pembicaraan yang sempat tertunda, Ahad (23/8). Kantor kepresiden Korsel menyatakan, para pejabat melanjutkan pembicaraan di desa Panmunjom yang terletak di Zona Demiliterisasi (DMZ).
Dari Korea Selatan diwakili Kepala Keamanan Nasional Negara, Kim Kwan-jin dan Menteri Unifikasi, Hong Yong-pyo. Sementara dari Korea Utara hadir Pejabat Tinggi Politik Tentara Rakyat Korea Utara, Hwang Pyong-so dan pejabat senior yang khusus menangani urusan Korea Selatan, Kim Yang-gin. Hwang dinilai sebagai orang penting kedua di Korut setelah Kim Jong-un.
Pertemuan pertama yang digelar Sabtu, beberapa saat setelah batas waktu yang ditentukan Korut, ditunda tanpa hasil. Selama 10 jam pertemuan, pembicaraan tidak berkembang dan hal itu biasa karena kedua Korea sulit menyepakati sesuatu secara bersama-sama.
Juru bicara kepresidenan Korsel, Min Kyung-wook tidak merinci isi pembicaraan pertama tersebut. Namun kedua pihak sepakat untuk berdiskusi untuk mencapai kesepakatan.
Meski pembicaraan dilanjutkan, Korut tetap dalam keadaan waspada tinggi militer. Militer Korsel melaporkan bahwa mereka mendeteksi pergerakan pasukan dan kapal selam yang tidak biasa di Pyongyang. Hal ini mengindikasikan Pyongyang memperkuat kapabilitasnya untuk menyerang.
"Sepertinya pada satu sisi Utara menjalani dialog, satu sisi lain tetap mempersiapkan diri untuk bertempur," kata pejabat Korsel yang tidak ingin disebut namanya.
Kementerian Pertahanan Korsel mengatakan, 70 persen dari 70 kapal selam dan kendaraan bawah laut Korut telah meninggalkan pangkalannya hingga tidak terdeteksi lagi oleh militer Korsel.
Mereka mengatakan, aktifitas kapal selam Korut adalah salah satu yang terkuat sejak perang Korea 1950-1953. Korut juga telah menggandakan kekuatan pasukan dan artileri garis depannya sejak pembicaraan tingkat tinggi pertama dilakukan Sabtu malam.
Korsel juga dalam kondisi waspada tinggi dan tidak berencana menghentikan siaran propaganda yang menjadi masalah keberatan utama Korut. Pembicaraan kedua yang sekilas disiarkan di televisi menunjukan kedua perwakilan negara saling berjabat tangan dengan senyum tegang.
Blue House Korsel mengatakan, tujuan pembicaraan adalah meredam ketegangan dan meningkatkan hubungan. "Kedua pihak berada dalam tekanan tinggi untuk mendapatkan jalan keluar dari semua ini," kata analis profesor Jeon Young-sun dari Institute of Humanities for Unification, Konkuk University di Seoul.