REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah Kejaksaan Agung membongkar dugaan korupsi dalam penjualan cessie atau jaminan hak tagih oleh Badan Perbankan Nasional (BPPN), ke sejumlah perusahaan saat krisis moneter pada 1988 silam tidak jelas. Pakar Hukum Tata Negara UI Margarito Kamis meminta Kejaksaan Agung membuka seluruh temuan setelah menggeledah kantor PT Victoria Sekuritas Indonesia (PT VSI), atau menutup kasus tersebut.
"Sampai sekarang ngga jelas, jadi sudahlah Jaksa Agung, berhenti menyidik, belum tau juga kerugian uang negara ada atau tidak," kata Margarito kepada wartawan, Jumat (28/8).
Ia menilai, PT VSI adalah perusahaan yang sah membeli aset dari BPPN saat itu. Margarito hanya bingung apa alasan hanya satu perusahaan yang dituding merugikan negara.
"Itu juga yang saya ngga ngerti, kan dia (PT VSI), beli dari badan yang sah, BPPN, dan prosedur juga sah itu kan dilelang dia menang dimana letak salahnya," kata Margarito.
Jikapun ada penawaran PT VSI kecil, kesalahan bukan terletak pada pembeli. Menurutnya, BPPN yang mengabulkan saat itu harus diperiksa.
"Kalau sekarang PT VSI bukan penawar tertinggi, kenapa diputus menang, lalu BPPN otoritas yang diberikan hukum untuk mengelola aset itu kenapa memberikan saat itu? Dimana soal hukumnya, menurut saya Kejaksaan harus jelaskan. Tapi dia ngga bisa jelaskan," kata Margarito.