Senin 31 Aug 2015 17:03 WIB
Rupiah Melemah

Ini Program 'Tameng' PHK yang Disiapkan Pemerintah

Rep: Qommaria Rostanti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi belakangan ini ditengarai sebagai akibat dari perlambatan pertumbuhan ekonomi yang berdampak terhadap sektor ketenagakerjaan. Meski begitu, harusnya PHK menjadi upaya terakhir setelah dilakukannya upaya efisiensi perusahaan.  

Menteri Ketenagakerjaan M hanif Dhakiri mengatakan PHK menjadi masalah ekonomi secara keseluruhan sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah tidak hanya terkait dengan Kementerian Ketenagakerjaan, tetapi juga instansi terkait, terutama untuk mempercepat arus investasi. "Karena dengan investasi pembangunan bisa dijalankan, ekonomi bisa lebih bergerak, dan lapangan kerja bisa diciptakan," ujarnya dalam siaran pers yang diterima ROL, Senin (31/8).

Kemnaker telah meminta kepada Dinas Tenaga Kerja Provinsi/Kabupaten/Kota untuk mengimbau pengusaha yang ada di daerahnya untuk mengedepankan dialog antara pengusaha dan serikat pekerja. Kemnaker sendiri, kata Hanif, telah mengembangkan program-program sebagai bemper kasus-kasus PHK yang terjadi.

"Misalnya program padat karya produktif, pengembangan kewirausahaan, dan ada berbagai macam program-program perlindungan sosial lainnya," ujarnya. Pemerintah juga berupaya untuk meningkatkan kompetensi, meningkatkan daya saing, dan sekaligus produktivitas dari tenaga kerja Indonesia.

Hanif mengakui daya saing dan produktivitas dalam negeri masih harus digenjot lagi. Problem ini harus menjadi pekerjaan bersama, baik pemerintah, dunia usaha, maupun serikat buruh/serikat pekerja. "Serikat pekerja juga memiliki tanggung jawab untuk mendorong agar produktivitas dari tenaga kerjanya semakin baik," ucapnya.

Tidak hanya sampai di situ, Kemnaker juga memiliki sejumlah program untuk melakukan percepatan peningkatan kompetensi tenaga kerja dan daya saing sehingga tidak kalah dengan pekerja asing (TKA) dari negara lain. Jikalaupun ada kemudahan regulasi bagi TKA termasuk soal bahasa Indonesia, itu tujuannya semata-mata untuk mendukung iklim investasi yang sejuk.

"Kita perlu menciptakan bisnis  yang baik agar investasinya tumbuh dan investasinya berkembang," ucap Hanif.

Apabila investasi untuk pembangunan bisa berjalan, ekonomi pun bisa bergerak, dan lapangan pekerjaan bisa diciptakan. "Untuk siapa? Ya untuk masyarakat Indonesia, untuk tenaga kerja di dalam negeri," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement