Selasa 08 Sep 2015 06:19 WIB

KNPI Membela Fadli Zon dan Setnov

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Angga Indrawan
Setya Novanto bertemu Donald Trump.
Foto: AP
Setya Novanto bertemu Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) membela apa yang dilakukan Ketua DPR RI, Setya Novanto (Setnov) dan wakilnya, Fadli Zon saat berkunjung ke Amerika. Setnov dikritik karena dinilai tidak etis sebab pimpinan dewan menemui bakal calon Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

"Saya yakin kunjungan Ketua DPR RI ke AS dan bertemu dengan triliuner sekaliber Donald Trump akan berdampak baik bagi Indonesia. Kunjungan ini sudah pasti untuk mengajak Trump untuk berinvestasi di Indonesia. Apalagi, dia (Donald Trump, red) memiliki beberapa proyek di Jawa Barat dan Bali," kata Fahd Arafiq, Ketua Umum DPP KNPI kepada wartawan di Jakarta, Senin (7/9).

Fahd mengatakan, sosok Setnov dikenal sebagai pribadi yang pandai melobi kalangan pengusaha lokal dan internasional. Hal itu, lanjutnya, dapat berdampak positif bagi ekonomi Indonesia yang saat ini dalam keterpurukan. Dengan pertemuan itu, kata dia, diharapkan kalangan pengusaha Amerika Serikaat dapat berinvestasi ke Indonesia untuk menggairahkan kembali kondisi ekonomi yang lesu seperti sekarang. Apalagi, pertemuan itu dalam rangka melobi dan akan berdampak baik pada Indonesia.

"Saya pikir, dia (Donald Trump) cukup terkenal dan tentu saja ketika orang Indonesia membicarakan seorang triliuner, sudah pasti yang muncul di kepala mereka adalah Donald Trump," ujarnya

Ia yakin pertemuan itu bisa meningkatkan iklim penanaman modal di Indonesia. Terlebih, Trump memiliki banyak kolega bisnis yang akan diajaknya untuk berinvestasi ke Indonesia. Menurut Bendahara Umum AMPG ini, di tengah anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dibutuhkan terobosan untuk menggairahkan kembali iklim usaha di Indonesia. 

Dengan masuknya penanaman modal asing, lanjut dia, setidak bisa menyelamatkan ekonomi dengan mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran yang tengah menghantui kalangan pekerja atau buruh.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement