Selasa 08 Sep 2015 09:54 WIB

MUI: Keberadaan Pemerintah Dipertanyakan di Tolikara

Rep: c94/ Red: Bilal Ramadhan
 Warga beraktifitas di lokasi terbakarnya kios dan masjid di Tolikara, Papua, Kamis (23/7).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Warga beraktifitas di lokasi terbakarnya kios dan masjid di Tolikara, Papua, Kamis (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Undang Undang Dasar 1945 dan Pancasila merupakan pilar negara bangsa Indonesia dalam mengisi kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk beragama. Karena itu, pemerintah harus hadir di Tolikara, Papua.

Sebab, Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) tidak bisa melarang atau mengancam umat Islam untuk melaksanakan Idul Adha. "UUD 1945 telah menjamin kebebasan umat beragama untuk menjalankan ajaran agamanya," kata mantan Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Cholil Nafis kepada ROL, Selasa (8/9).

Karena itu, Cholilk mengatakan, dengan adannya permintaan GIDI yang tidak menjamin pelaksanaan Idul Adha lantaran tidak membebaskan dua tersangka dalam kasus kerusuhan Idul Fitri kemarin. Maka, peran pemerintah harus hadir di Tolikara jika ada yangg mengganggu umat Islam melaksanakan ibadah Idul Adha.

"Tak ada hubungan antara menjalankan ibadah dengan proses hukum karena pidana yang dilakukan oleh penegak hukum," jelasnya.

Cholil menegaskan, jika hukum hanya berdasarkan kesewenangan suatu umat mayoritas di tempat tertentu dikhawatirkan Indonesia menjadi hukum rimba dan kelompoknya saja yang sewenang-wenang. "Saya berharap negara hadir dimanapun rakyat diganggu hak asasi yang dijamin oleh konstitusi. dan melakukan tindakan tegas bagi perusuh dan pengacau keamanan," katanya.

Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia ini menyerukan agar umat Islam patuh kepad undang-undang dan kesepakatan untuk hidup bersama dengan warga negara Indonesia. Itu tidak terbatas oleh suku dan agama mana pun.

Perselisihan harus ditegakkan secara hukum melalui penegakkanya. Tolikara adalah bumi Indonesia yg tunduk pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan negara kesatuan RI.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement