REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Kehormatan Dewan (MKD) diminta tidak hanya mempersoalkan kehadiran pimpinan DPR dalam rangkaian acara kampanye Donald Trump. MKD juga harus mengusut anggaran yang digunakan untuk perjalanan dinas ke Amerika Serikat (AS) tersebut.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengatakan MKD harus benar-benar jeli menentukan apakah kegiatan tersebut diperkenankan atau tidak. MKD harus juga memeriksa mekanisme perjalanan tersebut, terutama terkait jumlah orang yang berangkat dan sisi anggaran.
Menurutnya, sah-sah saja apabila ada keluarga anggota dewan yang ikut serta. "Tapi harus murni bayar sendiri," ucapnya kepada republika.co.id, Selasa (8/9).
Jika anggota dewan menyebut keikutsertaan keluarga atas biaya sendiri, MKD tetap perlu menelusurinya. Cek apakah keberangkatan itu benar atas biaya pribadi atau diambil dari biaya perjalanan dinas.
"Kalau anggota keluarga numpang atau nebeng biaya yang ambil dari kantong negara, ini melanggar kode etik," ucap Ray.
Keikutsertaan anggota keluarga tidak melanggar selama tidak menggunakan uang negara dan tidak boleh dilibatkan dalam agenda DPR. Mengenai mekanisme pemeriksaan, Ray menyebut biarlah MKD yang menentukannya.
Di samping itu, yang harus diperhatikan MKD adalah jumlah peserta yang ikut perjalanan ke AS. Pasalnya undangan parlemen tersebut hanya ditujukan oleh pimpinan DPR. Yang berangkat, kata Ray, harusnya cukup Setya Novanto dan Fadli Zon saja. Dia mempertanyakan kepentingan jumlah peserta perjalanan ke AS yang mencapai 14 orang.
Jumlah tersebut cukup berlebihan mengingat fasilitas yang mereka gunakan dibiayai oleh negara. "Ini harus diselidiki, urgensinya dimana. Harus diberi penjelasan, tidak bisa tidak," ucap Ray.
Ia menyayangkan perjalanan dinas yang terkesan sia-sia ini. Bagaimana tidak, jumlah perwakilan negara lain tidak sebanyak Indonesia. Perwakilan negara lain maksimal hanya lima orang, lagi pula mereka hanya dua hari saja di sana.
"Nah kita sampai 14 orang sampai empat hari. Ngapain saja di sana, fasilitas mereka kan negara yang menanggung," kata Ray.