Selasa 15 Sep 2015 20:00 WIB

'Kembalikan Semua kepada Allah SWT!' (Habis-2)

Tauhid memiliki makna mengesakan Allah SWT.
Foto: Gambar-online.com
Tauhid memiliki makna mengesakan Allah SWT.

Oleh: KH Hasyim Muzadi

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kewajiban kita adalah bersyukur karena memperoleh anugerah kesempatakan menjadi "kepanjangan tangan"  Allah dalam menyampaikan kebaikan dan kebajikan. Jamaknya, Allah akan memilih orang-orang tertentu karena mujahadahnya dalam beribadah agar dapat menjadi perantara datangnya kebaikan dan kebajikan. Sebab, Allah tidak akan turun "tangan" langsung menyuguhkan penganan kepada kita. Ia akan menyiapkan perantara agar kebaikan-Nya sampai kepada yang berhak.

Kebaikan dan kebajikan Allah beragam jenisnya dan sangat tak terhitung jumlahnya. Allah akan terus menambah kebaikan dan kebajikan itu, jika kita pandai bersyukur. Allah mengajari kita bersyukur agar kita menjadi tahu diri bahwa itu bukan milik kita, tetapi sebatas titipan yang kapan saja Allah berkehendak, semua bisa diambil kembali. Maka, para pemimpin yang merasa mendapatkan amanah kepemimpinan mesti menunaikan amanah sesuai tuntunan Allah.

Itulah bentuk kesyukuran bagi para pemimpin. Menyukuri anugerah kepemimpinan adalah dengan bermujahadah semaksimal mungkin demi terciptanya kemaslahatan untuk semua orang. Kepemimpinan berubah menjadi laknat jika tak ditunaikan dengan semestinya, apalagi hanya digunakan untuk kepentingan pribadi, golongan, dan sekelompok orang. Allah telah menyiapkan azab yang pedih bagi mereka yang tidak mensyukuri nikmat kepemimpinan dengan benar.

Ilmu, harta kekayaan, kekuatan fisik, ketampanan diri, kecakapan, keterampilan, kemahiran, keahlian dalam semua bidang, kesempatan, peluang dan lain sebagainya adalah bentuk-bentuk lain dari anugerah  Allah. Mereka yang memiliki ini semua punya peluang untuk mencapai sukses dan prestasi. Maka, para ilmuwan, hartawan, para ahli, dan pelaku ekonomi yang tak manjalankan amanah keilmuan, kekayaan, serta keahliannya untuk tujuan kemaslahatan umat dincam dengan azab yang pedih.

Tetapi, jika mereka mampu membantu bangsa keluar dari krisis, jangan lantas merasa berhak mendapat  pujian. Para politisi yang karena kesadarannya sebagai perantara kebaikan Allah, lalu berhenti membuat gaduh dan hanya berjuang untuk kepentingan rakyat, jangan mengaku pantas diguyur dengan kembang puja puji. Segera kembalikan dan pulangkan semua itu kepada Allah. Kalian menjadi politisi, juga karena kebaikan Allah kepada kalian.

Untu kita semua, mari belajar, berlatih, melakukan riyadhah agar biasa hidup tak memiliki apa-apa karena semua hidup dan isinya memang semata milik Allah SWT. Celakalah kita jika hati sudah tertambat pada hal-hal yang bukan milik kita. Kita akan didera oleh perjalanan yang tak pernah ada ujung. Kehidupan yang tak pernah ada akhir. Pencarían yag tak pernah bertemu muara. Semua ini bisa teratasi jika kita menjadikan Allah sebagai tempat kita kembali.

Karena itu, sudahlah! Sudah cukup perjalanan sia-sia ini. Perjalanan yang sudah nyaris di ujung  tetapi kita masih berada di luar garis "permainan". Segeralah kembali ke jalan yang lurus dan benar. Jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Jalan yang terjal tetapi akan berujung landai di surga  keridhaan-Nya. Maka, kewajiban kita adalah mengembalikan semua bentuk penghormatan, penghargaan, dan pujian hanya kepada pemiliknya, yaitu Allah SWT. Wallaahu a'lamus bish shawaab.n

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement