REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Terdengar jelas suara tawa anak-anak dari arah saung dekat gerbang pintu masuk pengungsian Rohingya di Kota Langsa, Nagroe Aceh Darussalam (NAD). Mereka duduk lesehan melihat kumpulan orang dewasa dengan pakaian hijau sedang berbicara.
Kakak-kakak tersebut mengikuti irama yang dibawa oleh anak-anak, sambil tertawa dan bernyanyi. Mendiami tanah Indonesia selama tujuh bulan, pengungsi Rohingya sudah dapat merasakan hal yang berbeda pada dirinya.
Jika sebelumnya mereka benar-benar merasa asing dengan lingkungan dan bahasa Indonesia, kali ini mereka lebih dapat terbuka dan bercerita sendiri serta dapat sedikit menikmati berkat bantuan dari relawan-relawan lembaga kemanusian di bidang pendidikan.
Dompet Dhuafa (DD) salah satu lembaga kemanusiaan yang fokus menangani pendidikan bagi pengungsi Rohingya di wilayah Kota Langsa, (NAD). Dengan mendirikan School for Refugees, relawan DD membimbing para anak-anak untuk bermain sambil belajar.
Mereka akan diajak tertawa, meski melalui bahasa yang terkadang tidak dimengerti oleh anak-anak asal Myanmar tersebut.
“Kalau kesulitan pertama-tama bahasa, tapi makin ke sini makin lancar dan makain dapat kekeluargannya,” ujar Ria Susanti, salah satu relawan dari School For Refugees, awal pekan lalu.
Perempuan berusia 19 tahun ini adalah mahasiswa IAIN Zawiyah Cot Kala Langs, dengan Sembilan orang lainnya mereka mengajukan diri untuk membimbing para pengungsi belajar bahasa, berhitung hingga budaya.
Berada di bawah naungan School For Refugees, mereka mengajak anak-anak khususnya mengenali pelbagai bahasa yang akan membantu kehidupan para pengungsi selanjutanya. Dengan menekankan pembelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, serta matematika, mereka berharap ini akan membantu pengungsi Rohingya dapat bertahan hidup.
Selain itu, para pengungsi pun diajak mengenali cara hidup sehat, seperti membersihkan dan merawat tubuh sendiri.
Dalam School For Refugees, para pengungsi diajak beraktivitas secara produktif untuk mengisi waktu dalam pengungsian. Anak-anak akan diajak bernyanyi, bermain, dan bergerak untuk membantu tumbuh kembang serta menjadi satu asrana penghilang trauma yang dialami.
Sedangkan untuk para wanita, selain mempelajari bahasa, mereka diberikan keterampilan-ketrampilan yang akan bisa digunakan untuk selanjutnya.
“Mereka harus dikebalikan hak mereka, mereka harus berusaha mendapatkan hak, untuk mendapatkan hak yang diperkuat adalah bahasa, matematika, dan life skill,” ujar Supervise School For Refugees kota Langsa M Hasan Tatupoho.
Ia menjelaskan, materi yang diberikan dalam School For Refuges akan membekali para pengungsi Rohingya merebut kembali hak mereka sebagai warga Myanmar. Pelajaran yang diberikan pun akan membantu mereka menghadapi persaingan di negara-negara lain yang mungkin akan mereka singgahi.
“Mereka harus dikembalikan haknya, bahwa mereka warga asli yang tinggal di Myanmar,” ujar Hasan.
Dengan School For Refuges, ada tawa di bibir anak-anak, dan ada harapan di hati para wanita. Mereka diberikan kehidupan yang baru untuk beranjak meninggalkan kesulitan di masa lalu.