REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyanderaan dua WNI oleh OPM yang berlangsung sejak 8 September lalu disarankan agar tidak dibesar-besarkan. "Penyanderaan yang melibatkan dua negara memang memakan waktu lama. Jadi penyanderaan ini tidak perlu dibesar-besarkan. Apalagi memilih opsi militer, mengerahkan tentara itu pilihan terakhir", ujar mantan wakasad dan kasum TNI, Letjend TNI Purn Suryo Prabowo, Kamis (17/9).
Menurut Suryo, mengerahkan militer dalam operasi pembebasan sandera merupakan pilihan terakhir jika upaya negosiasi gagal. "Kalaupun memilih operasi militer, cukup pasukan Raider, tidak perlu menurunkan Kopassus apalagi Sat-81," papar mantan perwira Kopassus tersebut.
Selama ini, kata dia, hubungan RI dan Papua Nugini cukup baik. Karenanya, tentu diharapkan Pemerintah PNG dapat melakukan negosiasi dengan penyandera sehingga tak perlu melakukan langkah emosional sampai mengirimkan pasukan.
Suryo menambahkan, Kopassus memang sudah //combat proven//. Bila pilihannya menerjunkan Kopassus, pasti mereka akan melakukan tugas itu penuh kebanggaan. Karena bagi Kopassus, apapun tugas negara, asal untuk menyelamatkan masyarakat, merupakan kehormatan.
"Kopassus sudah teruji dan terlatih selalu sukses dalam operasi pembebasan sandera seperti operasi Woyla tahun 1981 di Thailand dan Mapenduma di Papua tahun 1996. Kalau pemerintah gunakan Kopassus, apalagi Sat-81, itu sama saja membunuh nyamuk pakai martil", papar dia.
Hingga saat ini Pemerintah Indonesia terus membangun komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah Papua Nugini terkait penyaderaan dua warga negara Indonesia oleh OPM. Guna mhembantu penyelamatan sandera, pihak tentara PNG sudah menyiapkan kekuatan dari Port Moresby, Ibu Kota PNG.