Rabu 30 Sep 2015 15:02 WIB

Mengapa Kita Harus Hidup Sederhana?

Mendidik hidup sederhana (ilustrasi)
Foto: stuffbyme7.blogspot.com
Mendidik hidup sederhana (ilustrasi)

Oleh:  Iu Rusliana

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tetap sederhana dan tidak berlebihan dalam menyikapi segala persoalan kehidupan adalah ciri insan beriman. Harta, jabatan, dan berbagai pernik duniawi tak harus menjadikan kita lupa diri dan berlebihan.

Abu Umamah Iyash bin Tsa'labah al-Anshariy al-Haritsy RA berkata, "Pada suatu hari Rasulullah SAW membicarakan masalah dunia. Kemudian, Rasulullah SAW bersabda, 'Apakah kalian tidak mendengar? Apakah kalian tidak mendengar? Sesungguhnya kesederhanaan itu bagian dari iman, sesungguhnya kesederhanaan itu sebagian dari iman'." (HR Abu Daud).

Hidup ini harus dijalani dengan penuh kesederhanaan, bersyukur, dan tidak berlebihan. Bila sedang berkuasa dan memiliki banyak harta, tetaplah sadari bahwa itu semua adalah amanah-Nya. Tak perlu harus berubah sikap, merasa diri hebat, kaya raya, dan dapat memenuhi semua keinginan. Tak ada yang sempurna, kecuali pemiliknya, yang Mahasempurna.

Mereka yang hatinya dipenuhi keimanan akan senantiasa menjalani hari-harinya dengan apa adanya. Termasuk dalam menghadapi segala persoalan hidup, kita dituntut untuk biasa saja menyikapinya, tidak overacting, bahkan terkesan didramatisasi dan "lebay".

Sikap melampaui batas (berlebihan), termasuk dalam mengelola harta sangat tidak disukai Allah SWT. Firman-Nya dalam Alquran, "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan" (QS al-A'raaf: 31).

Bukan hanya terhadap harta dan jabatan, demikian pula dalam menjalani kehidupan, tak perlu disikapi berlebihan. Cukupi semua yang dialami, baik itu kebahagiaan maupun kesedihan, dengan syukur dan ikhtiar serta berusaha mendapatkan hikmah di balik itu semua.

Sering kita saking bahagianya lupa mengucap dan bersikap penuh syukur, terlena dan bahkan lupa diri. Atau mungkin ketika dilanda musibah, ujian datang terus-menerus, seolah-olah kitalah yang paling menderita, lalu putus asa.

Mungkin kita merasa hidup ini rumit seakan terus dilanda kesusahan tak berujung. Padahal, banyak saudara kita yang telah hilang rasa pedihnya hidup saking setiap saat kesusahan menyertai. Sahabat kita di Palestina dan negara-negara yang tengah berperang, jauh lebih menderita. Sebaliknya, bagi Anda yang merasa jemawa, sungguh ada orang yang tidak lagi merasa kaya karena hartanya melimapah ruah di mana-mana.

Rasulullah SAW bersabda, "Perhatikanlah orang yang berada di bawahmu dan jangan kamu memperhatikan orang yang berada di atasmu, karena yang demikian itu lebih pantas agar kamu semua tidak menganggap sepele nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepadamu." (HR Bukhari dan Muslim).

Suka dan duka tentunya sering menyapa dan bergantian rupa. Sapalah dan pastikan semua proses yang dialami itu penuh makna. Jadikan semua itu sebagai pelajaran dan pembelajaran dalam kehidupan. Karena baik kebahagiaan maupun kesusahan selalu menyimpan hikmah. Bagi mereka yang beriman, menemukan hikmah di balik itu semua merupakan jalan terbaik.

Nikmatilah hidup yang singkat ini dengan kesederhanaan dan penuh rasa syukur. Dengan penuh kesadaran bahwa hidup tidak selalu di atas dan tidak juga selamanya di bawah. Sesungguhnya, baik kebahagiaan maupun kesusahan, merupakan ujian dari Allah. Perbanyaklah beramal saleh, membantu yang susah, dan bermanfaat bagi orang lain untuk bekal kehidupan akhirat kelak.

Rasulullah SAW bersabda, "Ada tiga hal yang mengikuti kepergian jenazah, yaitu keluarga, harta, dan amalnya. Dua di antaranya akan kembali, hanya satu yang tetap menyertainya. Keluarga dan hartanya akan kembali, sedangkan yang tetap adalah amalnya." (HR Bukhari dan Muslim). Wallahu 'alam.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement