REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah melakukan revaluasi aktiva tetap atau aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai tak akan bedampak besar pada pendapatan negara. Pajak yang disetor dari hasil revaluasi aset diprediksi tidak akan sampai 10 persen dari target penerimaan pajak tahun ini yang sebesar Rp 1.295 triliun.
"Makanya tahun ini baru hanya ditetapkan sebagai tahun sosialisasi. Memang kecil tapi setidaknya akan ada tambahan," ujar Konsultan Pajak dari RSM AAJ Associates, Sentot Agus Priyanto dalam acara media briefing di Jakarta, Rabu (7/10).
Menurutnya, dengan keadaan ekonomi saat ini pemerintah memang hanya bisa berharap dari penerimaan pajak. Namun, dari sisi BUMN, menurut Sentot tingkat urgensinya tergantung pada tujuan awal perusahaan itu. "Mendesak itu tergantung BUMN. Tidak semua BUMN itu perlu melakukan BUMN. Tapi apakah penting? Iya," katanya.
Ia memaparkan, jika kasusnya yang ingin merevaluasi adalah perusahaan swasta itu karena biasanya perusahaan itu akan melakukan pencatatan saham perdana (IPO) untuk menaikkan nilai saham. Sementara BUMN menurutnya tidak akan mudah.
Jika kebutuhan suatu BUMN itu untuk meningkatkan nilai asetnya demi mempermudah mendapat tambahan pemodalan, tentunya dengan revaluasi aset banyak investor yang akan tertarik. "Nah pada tahap ini investor asing kemungkinan besar juga tertarik. Untuk BUMN, nantinya akan ada keraguan di sini. Kira-kira pemerintah setuju tidak?" lanjutnya.
Dalam hal ini, ada banyak hal lain yang akan menjadi penghalang bagi BUMN untuk melakukan revaluasi. Menurutnya, dampak revaluasi ini membuat beban penyusutan tinggi dan nilai profit yang turun. Pasalnya semakin naik suatu aset, semakin besar pula kewajiban beban pajaknya.
"Sebenarnya dengan revaluasi itu nggak ada sales yang bertambah. Hanya nilainya saja. Otomatis penyusutan tinggi, profit turun. Aset naik, tapi tidak ada kenaikan income," jelas dia.
Dengan ini, kenaikkan nilai aset dengan revaluasi dapat mempengaruhi cash flow perusahaan. Itu karena adanya pembayaran pajak final 10 persen. "Tapi mereka rela bayar 10 persen dengan keuntungan dapat pinjaman lebih mudah dan penilaian yang naik dari para Investor," tambah Sentot.
Menurutnya, beberapa hal itu membuat BUMN memiliki banyak keberatan untuk melakukan revaluasi. Namun, dalam hal ini bagi BUMN yang memang memerlukan peningkatan nilai aset untuk keperluan tertentu akan butuh melakukan ini.
Langkah ini juga harus dilakukan jika perusahaan memiliki utang dalam kurs dolar AS. Menurutnya, akibat kenaikan nilai tukar dolar AS mengakibatkan kewajiban meningkat sedangkan nilai aset dalam rupiah tidak berubah.
"Karenanya, revaluasi dapat digunakan untuk meningkatkan nilai kekayaan BUMN," terangnya.