REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi, Lajnah Daimah menyatakan, suara wanita bukan termasuk aurat. Pada zaman Rasulullah SAW, kaum wanita terbiasa menyampaikan keluhan mereka dan pertanyaan tentang Islam kepada Nabi.
Hal yang sama juga dilakukan oleh kaum wanita pada zaman Khulafaurrasyidin dan para pemimpin setelah mereka. Kaum wanita juga mengucapkan dan menjawab salam kepada lelaki non-mahram tanpa ada satu ulama Islam pun yang mengingkari hal itu. Namun, mereka tidak boleh gemulai atau terlalu menunduk saat berbicara seperti yang telah diterangkan.
Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah menambahkan tidak ditemukan dalil yang menunjukkan suara wanita itu aurat. Realitas sejarah para sahabat menunjukkan para sahabat laki-laki dan perempuan berinteraksi dengan istri Nabi SAW. Aisyah RA sendiri adalah sahabat kedua yang paling banyak meriwayatkan hadis.
Al-Alusi dalam kitab Ruh al-Ma’ani berpendapat bahwa suara wanita bukanlah termasuk aurat kecuali jika dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah.
Syekh Wahbah Zuhaili dalam Fiqh Al Islami wa Adillatuhu berpendapat bahwa suara wanita menurut jumhur (mayoritas ulama) bukanlah aurat karena para sahabat Nabi mendengarkan suara para istri Nabi SAW untuk mempelajari hukum-hukum agama. Namun, diharamkan mendengarkan suara wanita yang disuarakan dengan melagukan dan mengeraskannya walaupun dalam membaca Alquran dengan sebab khawatir timbul fitnah.