Sabtu 10 Oct 2015 16:20 WIB

Dekati Korban Pedofilia dengan Cara Ini

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Nur Aini
pedofilia - ilustrasi
Foto: blogspot.com
pedofilia - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak yang menjadi korban pedofilia biasanya akan mengalami penurunan tingkat percaya diri. Apalagi, jika keluarganya ikut memojokkan korban. Karena itu, pendekatan kepada korban pedofilia membutuhkan teknik khusus.

"Korban akan menjadi tidak percaya diri, merasa tidak berharga, dan tidak berani tampil," ujar psikolog Rose Mini kepada Republika.co.id, baru-baru ini. 

Waktu yang dibutuhkan agar korban kembali pulih tidak bisa ditentukan. Proses pemulihan dinilai agak sulit karena harus berdasarkan pada seberapa dalam trauma itu terjadi. Interogasi yang dilakukan pada anak tidak bisa seperti orang dewasa. "Makin kita teriak, dia makin takut, dan akhirnya kita sulit mendapat informasi," ujarnya. 

Pendalaman informasi bisa digunakan melalui alat tes yang dapat memproyeksikan perasaan korban. Pendalaman informasi bisa juga melalui proses bertanya yang halus seperti menggunakan media boneka agar ketakutan korban berkurang.

Rose mengatakan mendidik dan melindungi anak adalah tanggung jawab orang tua. Meski orang tua memiliki uang untuk mempekerjakan pengasuh, tetap saja tanggung jawab ada pada mereka. Orang tua, kata Rose, harus peka terhadap apa yang terjadi pada anak. Misalnya jika anak tiba-tiba menjadi murung, sedih, atau suka marah-marah. Orang tua harus bisa mendeteksinya. 

Kalau ada orang tua yang mengatakan sudah memberi semuanya ke anak, mereka harus mengintrospeksi diri, apa betul mereka sudah memberi semuanya? "Kebutuhan anak adalah hal penting. Terkadang orang tua memberikan apa yang sebenarnya tidak dibutuhkan anak," ujar Rose. 

Orang tua bisa mengajak anak mengobrol saat makan. Ia mengakui dalam kebiasaan masyarakat Indonesia tidak baik makan sambil mengobrol. Namun kebiasaan ini bisa sedikit diubah. Hal ini karena bagi orang tua yang bekerja, waktu tepat untuk membicarakan suatu hal adalah saat makan. "Saat makan, orang tua bisa menanyakan perihal perubahan pada anak. Jangan diinterogasi, tapi lewat pancingan," ujarnya. 

Saat ini jarang orang tua yang mengajak anaknya berdiskusi, padahal sejak usia lima tahun anak bisa melakukan itu tentunya dengan gaya mereka.

Menurut dia, jika perhatian orang tua ke anak cukup besar, maka anak tidak akan mencari perhatian lain. Penanaman nilai-nilai agama sarat akan moral. Namun orang tua jangan hanya sebatas mengajarkan ritual saja. "Jangan cuma bilang dosa tapi harus konkrit karena bagi anak khususnya balita, dosa masih terlalu abstrak," ujar Rose. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement