Ahad 11 Oct 2015 15:25 WIB

Indonesia Harus Waspadai Proxy War

Rep: C10/ Red: Ilham
Hidup dengan media sosial tak selalu buruk, pastikan terjadi keseimbangan antara dunia nyata dan dunia online.
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Hidup dengan media sosial tak selalu buruk, pastikan terjadi keseimbangan antara dunia nyata dan dunia online.

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Pemerintah Indonesia harus mewaspadai setiap gerakan penyebaran informasi melalui berbagai media yang berdampak merusak moral bangsa. Sebab melalui media sosial, ada pihak yang mencoba memecah bangas Indonesia agar menjadi tidak solid dengan cara merusak moral generasi muda.

Anggota Komisi I DPR bagian Pertahanan, Intelijen, Hubungan Luar Negeri, Komunikasi dan Informatika, Mayjen TNI (Purn) Supiadin Aries Saputra mengatakan, memecah belah kesatuan dan persatuan bangsa merupakan salah satu strategi proxy war yang digunakan pihak ketiga.

Pihak ketiga ini mengincar generasi muda dengan menghancurkan moralnya. Setelah moral generasi muda hancur, bangsa tersebut akan pecah dengan sendirinya. "Sementara alat yang mereka gunakan untuk memecah belah bangsa ini adalah media sosial," ujar Mayjen TNI (Purn) Supiadin kepada Repubilka.co.id saat berkunjung ke Kota Tasikmalaya, Ahad (11/10).

Supiadin mengungkapkan, media sosial digunakan karena diakses oleh hampir 70 persen generasi muda. Jika generasi muda sudah dihancurkan moralnya, kemudian mereka menjadi pemimpin pada masanya. Maka akan sangat berdampak buruk pada keutuhan bangsa.

Tidak dapat dipungkiri, generasi muda pada saatnya nanti akan menjadi pemimpin negara, pemimpin lembaga, organiasi, dan menjadi anggota parlemen. Menurut Supiadin, sangat penting Pemerintah Indonesia mewaspadai setiap gerakan penyebaran informasi melalui berbagai media yang berdampak merusak moral.

Supiadin menjelaskan bagaimana cara membatasi serangan dan gerakan radikal melalui media sosial. Memang media sosial sulit dikontrol. Siapa pun bisa bebas membuka internet termasuk anak-anak. Dalam hal ini, pemerintah harus membuat alat pengontrol dengan cara membuat aturan dan batasan. Tapi aturan dan batasan tersebut tidak mengurangi yang namanya kebebasan berekspresi.

"Pemerintah harus membuat regulasi dan memperhatikan konten siaran televisi dan media sosial lainnya, jika itu membahayakan bangsa maka harus dihentikan," kata Supiadin.

Ia menegaskan, saat ini siaran televisi cenderung memperhatikan rating tapi tidak memperhatikan konten. Itu sebabnya untuk menangkal hal-hal negatif perlu dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah, pelaku penyebaran informasi, dan seluruh elemen masyarakat. "Terutama peran orang tua dalam mendampingi dan mengawasi anak-anaknya saat menggunakan teknologi informasi dan komunikasi," kata Supiadin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement