REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengoperasian kawasan industri halal yang direncanakan sejak tahun lalu masih tersendat lantaran masih menunggu keputusan menteri (Kepmen) terkait. Padahal, kawasan yang berorientasi ekspor ini dinilai strategis.
Ketua Komite Timur Tengah dan Organisasi Kerja sama Islam (OIC) Kamar Dagang dan Industri Industri (Kadin) Mohamad Bawazeer mengatakan, kelompok kerja (pokja) kawasan industri halal ini sudah dibentuk bersama antara Kadin, LPPOM MUI dan Kementerian Perindustrian.
''Tinjauan pre-feasibility and benefi sudah, tinggal aspek legalitasnya.Sekarang masih tunggu keputusan menteri (kepmen). Karena tanpa ini, kami ini tidak bisa jalan,'' ungkap Bawazeer, Senin (12/10).
Ia berharap tahun ini kepmen kawasan industri halal bisa keluar. Meski terkatung-katung, Bawazeer mengaku paham kesulitan yang harus dihadapi soal ini. Karena itu, ia berharap kepmen yang keluar sudah matang dan siap diimplementasikan.
''Kadin dan MUI sudah siap, sebab ini strategis. Kami harap jangan sampai saat kepmen, keluar ada revisi lagi,'' kata Bawazeer.
Pokja kawasan industri halal juga sudah membuat kajian ilmiah mengenai kawasan ini. Kadin sendiri sedang menyiapkan aspek-aspek yang berkaitan dengan kawasan industri seperti perpajakan dan izin penanaman modal.
Apalagi Kadin juga sudah menandatangani kerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri Islam (ICCI) terkait produk halal.
''Yang jelas kami ingin kawasan industri halal ini tidak membuat biaya produk halal untuk ekspor jadi tinggi,'' kata Bawazeer.
Di kawasan industri halal itu, semua proses sertifikasi, uji laboratorium halal, dan dan proses formalitas ekspor akan satu pintu. Dengan begitu, biaya yang dikeluarkan diharapkan tidak membebani eksportir.
Kawasan industri halal perdana akan dioperasikan di Jakarta, antara di Jababeka atau KBN. ''Sementara tidak buka kawasan industri baru khusus untuk produk halal. Tapi nanti arahnya ke sana,'' kata Bawazeer.
Sejauh ini, ekspor Indonesia ke Timur tengah masih empat persen dari nilai total ekspor nasional. 40 persen ekspor ke Timur Tengah menyasar Arab Saudi. Di akhir 2014 lalu, ekspor Indonesia ke Arab Saudi mencapai Rp 2,15 miliar dolar AS.
Dari data Kemeterian Perdagangan, volume ekspor ke Arab Saudi periode Januari-Juli 2015 sebesar 1,274 miliar dolar AS atau tumbuh 27,14 dibanding periode yang sama tahun lalu.
Ekspor ke Qatar meningkat 40,60 persen menjadi 68,405 juta dolar AS dan ekspor ke Kuwait naik 41,27 menjadi 116,5 juta dolar AS. Ekspor ke Bahrain naik tipis 7,54 menjadi 32,993 juta dolar AS.
Sementara ekspor ke Uni Emirat Arab (UEA) turun 19,91 persen menjadi 1,192 miliar dolar AS dan ke Bahrain turun 11,49 persen menjadi 125 juta dolar AS,
Dalam States of Global Islamic Economy 2014-2015 Report disebut, 14,4 persen dari impor global dilakukan negara-negara anggota OIC. Produk halal terbesar yang diimpor adalah sayuran, makanan olahan dan sumber pangan hewani (hidup dan olahan).
Arab Saudi, UEA, Qatar dan Kuwait masuk dalam 10 besar konsumen sumber pangan hewani dengan total volume impor 5,390 miliar dolar AS.
Belanja komunitas Muslim global untuk makanan dan minuman halal meningat 10,8 persen menjadi 1,292 miliar dolar AS pada 2013. Volume belanja komunitas Muslim global diprediksi akan mencapai 2,537 miliar dolar AS pada 2019.