REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mendukung program bela negara yang diusulkan melalui Kementerian Pertahanan.
Kendati demikian, JK menyampaikan hingga kini pemerintah belum melakukan pembahasan terkait anggaran pelaksanaan program bela negara.
"Kalau soal bela negara ini masa kita menolak anda semua bela negara. Anda menolak nggak?," katanya di Universitas Trisakti, Jakarta, Kamis (15/10).
Ia menjelaskan, terdapat berbagai macam sikap bela negara yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Bagi tentara, bentuk pembelaan terhadap negara dilakukan dengan ikut bertempur di medan perang.
Sedangkan, bagi seorang dosen, sikap bela negara dapat ditunjukan dengan meningkatkan kemampuan generasi muda.
"Saya kira, bela negara itu bermacam-macam. Anda bela negara dari media bagaimana anda menjabarkan berita yang lebih baik, lebih positif. Bela negara juga," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menargetkan terbentuk 100 juta kader bela negara hingga 10 tahun ke depan. Pembentukan kader bela negara tersebut bertujuan untuk menciptakan Indonesia yang kuat.
Pasalnya, kekuatan sebuah negara itu tidak hanya bermodalkan Alutsista semata, melainkan juga rasa nasionalisme rakyat. Untuk tahap awal, pihaknya akan mengkader 4.500 pembina bela negara di 45 kabupaten/kota, untuk seterusnya akan mendidik masyarakat ikut program bela negara.
Menurutnya, setiap warga memiliki hak dan kewajiban selama hidup di Indonesia. Selama ini, ia melihat, banyak orang hanya menuntut haknya saja, sementara kewajiban tidak pernah ditunaikan. Karena itu, dengan ikut pelatihan bela negara maka hal itu termasuk sebagai pemenuhan kewajiban terhadap negara.
"Kader bela negara bukan wajib militer, namun sebagai hak dan kewajiban yang perlu disiapkan," ujarnya.
Ryamizard menjelaskan, pelatihan bela negara bukan semata tanggung jawab Kemenhan. Seluruh elemen bangsa, kata dia, wajib terlibat untuk menyukseskan program bela negara demi terciptanya kedaulatan negara dalam mengantisipasi ancaman militer dan nirmiliter.